Fadli Zon Minta Pemerintah Fokus Bayar Utang Luar Negeri
Musisi Indonesia di Pentas Dunia
PERJUMPAAN dengan Nova Ruth itu berlangsung pada pertengahan Januari lalu di sebuah studio di Bali. Musikus hip hop yang menjadi kawan duet Grey Filastine, musikus asal Barcelona, Spanyol, dalam duo Filastine itu tengah merekam lagu yang judul, lirik, hingga corak lagunya masih dirahasiakan.
Nama perempuan kelahiran Malang itu mungkin tak terlampau akrab buat telinga publik Indonesia. Namun, di kalangan penikmat musik indie, namanya menjadi jaminan musik berkualitas. Dalam setahun, tak kurang 100 jadwal manggung di berbagai benua dijalaninya. Lagu yang direkamnya itu bisa jadi akan jadi perbincangan para penggemarnya dan tentunya amunisi Nova menggoyang penonton.
Ketika pentas di Eropa atau Australia, duo Filastine bisa membuat 6.000 penonton ikut bersenang-senang dengan racikan nada menghentak tetapi berlirik dalam. Di Indonesia, kampung halaman yang juga rutin dikunjungi Nova, massa yang dihibur lazimnya tak lebih dari 150 orang. Ya, karena di Indonesia, genre musik yang tak masuk pengelolaan label musik besar masih merintis jalannya.
Jika Nova mendunia dengan hip hop-nya, Angger Dimas yang disc jockey berhasil membuat penyuka musik lantai dansa di Amerika Serikat (AS), Australia, hingga Eropa bergerak asyik mengikuti komposisi musiknya.
Pada 2010-2014, Angger dua kali tur ke AS dan Australia, serta ke Eropa sebanyak 3-4 kali. Sisanya, di Asia, jadwal tur bisa mencapai lebih dari 10 kota di berbagai negara. "Namun, lebih banyak penontonnya di Amerika, saat Tommorrow Land 2012, mencapai 300 ribu orang," papar Angger.
Musikus yang tak masuk di infotainment atau bahkan pemberitaan itu terus meregenerasi. Ada pula Bottlesmoker, dua pemuda Bandung yang mencuri perhatian publik musik indie dunia hingga menggelar konser di AS dan Australia.
Mereka merintis sendiri jalan go international tanpa perlu berkoar-koar mencari dukungan. Musik mereka mengabarkan ke seluruh dunia tentang kreativitas, kemandirian, dan tentunya kerja keras.
Nama perempuan kelahiran Malang itu mungkin tak terlampau akrab buat telinga publik Indonesia. Namun, di kalangan penikmat musik indie, namanya menjadi jaminan musik berkualitas. Dalam setahun, tak kurang 100 jadwal manggung di berbagai benua dijalaninya. Lagu yang direkamnya itu bisa jadi akan jadi perbincangan para penggemarnya dan tentunya amunisi Nova menggoyang penonton.
Ketika pentas di Eropa atau Australia, duo Filastine bisa membuat 6.000 penonton ikut bersenang-senang dengan racikan nada menghentak tetapi berlirik dalam. Di Indonesia, kampung halaman yang juga rutin dikunjungi Nova, massa yang dihibur lazimnya tak lebih dari 150 orang. Ya, karena di Indonesia, genre musik yang tak masuk pengelolaan label musik besar masih merintis jalannya.
Jika Nova mendunia dengan hip hop-nya, Angger Dimas yang disc jockey berhasil membuat penyuka musik lantai dansa di Amerika Serikat (AS), Australia, hingga Eropa bergerak asyik mengikuti komposisi musiknya.
Pada 2010-2014, Angger dua kali tur ke AS dan Australia, serta ke Eropa sebanyak 3-4 kali. Sisanya, di Asia, jadwal tur bisa mencapai lebih dari 10 kota di berbagai negara. "Namun, lebih banyak penontonnya di Amerika, saat Tommorrow Land 2012, mencapai 300 ribu orang," papar Angger.
Musikus yang tak masuk di infotainment atau bahkan pemberitaan itu terus meregenerasi. Ada pula Bottlesmoker, dua pemuda Bandung yang mencuri perhatian publik musik indie dunia hingga menggelar konser di AS dan Australia.
Mereka merintis sendiri jalan go international tanpa perlu berkoar-koar mencari dukungan. Musik mereka mengabarkan ke seluruh dunia tentang kreativitas, kemandirian, dan tentunya kerja keras.
