Ashton Carter, Menhan AS

Penulis: Basuki Eka Purnama Pada: Sabtu, 14 Feb 2015, 00:00 WIB DPR
Ashton Carter, Menhan AS

AFP/ALEX WONG
Ashton Carter (kiri)

SENAT Amerika Serikat (AS), kemarin, menyetujui pemimpin baru Pentagon pilihan Presiden Barack Obama, Ashton Carter. Sebagai menteri pertahanan (menhan), Carter akan bertanggung jawab memimpin militer 'Negeri Paman Sam' menghadapi kelompok ekstremis Islamic State (IS), konflik di Ukraina, dan berbagai ancaman lainnya.

Carter disetujui Senat lewat pemungutan suara yang berakhir 93-5. Carter terpilih menggantikan Chuck Hagel, mantan senator Partai Republik, yang memiliki hubungan kurang apik dengan penasihat keamanan Obama.

Carter merupakan menhan keempat di era pemerintahan Obama yang telah berjalan selama enam tahun setelah Robert Gates, Leon Panetta, dan Hagel.

Tugas pertama Carter sebagai menteri pertahanan ialah mendapatkan dukungan dari Kongres AS bagi pemerintahan Obama agar mendapatkan otoritas baru dalam penggunaan kekuatan militer melawan kelompok militan IS.

Hingga kini, baik Partai Republik maupun Partai Demokrat menanggapi negatif rancangan undang-undang yang diajukan Obama. Mereka menyebut draf tersebut sangat terbatas dan bias.

Perwakilan Partai Republik di Senat AS mengatakan mereka memutuskan untuk menerima pencalonan Carter sebagai Menteri Pertahanan AS, karena berharap pria berusia 60 tahun itu akan lebih mudah bekerja sama dengan para penasihat Obama ketimbang Hagel.

Hagel selama ini terlihat tidak bisa bekerja sama dengan para penasihat Obama dan akhirnya pada November memutuskan untuk mengundurkan diri.

"Saya berharap Carter akan bisa menunjukkan keberanian dan otoritasnya di hadapan Kongres. Namun, selain itu, saya berharap dia bisa melakukan hal yang sama terhadap Presiden," ujar Ketua Senat AS Mitch McConnell.

Sebelum menempati jabatan orang nomor satu di departemen pertahanan, Carter memimpin departemen teknologi dan pembelian senjata selama dua tahun (2011-2013).

Atasi gerakan IS
Sebagai menhan baru AS, Carter memiliki banyak pekerjaan rumah mengingat militer AS tengah menghadapi pemangkasan anggaran dan krisis di seluruh dunia.

Salah satu pekerjaan rumah (PR) besar yang harus dihadapi Carter ialah kelompok ekstremis Islamic State yang sukses menguasai sebagian besar wilayah Irak dan Suriah.

Milisi pro-Rusia di Ukraina juga menjadi masalah besar yang harus diatasi fisikawan kelahiran 24 September 1954 itu. Perdebatan mengenai penarikan pasukan 'Negeri Paman Sam' dari Afghanistan juga menjadi masalah lain yang harus dihadapi Carter.

Dalam fit and proter test di Senat AS pada pekan lalu, Carter mengatakan bahwa dia enggan memberikan persenjataan kepada pemerintah Ukraina dalam perang melawan kelompok pemberontak pro-Rusia.

Carter juga mengungkapkan keinginannya untuk mempertimbangkan kembali rencana untuk menarik seluruh pasukan AS dari Afghanistan pada akhir 2016 seandainya kondisi keamanan di negara itu terus memburuk. Saat ini, masih ada sekitar 10.600 personel militer AS yang bertugas di wilyah Afghanistan.

"Saya akan bersikap jujur dan berterus terang kepada Presiden dan memberikan saran yang berguna agar dia bisa mengambil keputusan yang paling tepat," ungkap Carter. (AFP/I-3)

[email protected]