Sejarah Cheng Ho pada Sehelai Kain

Penulis: MI/DINNY MUTIAH Pada: Rabu, 18 Feb 2015, 00:00 WIB DPR
Sejarah Cheng Ho pada Sehelai Kain

MI/ARYA MANGGALA

CERITA pelayaran Laksamana Cheng Ho ke Nusantara itu menjadi inti cerita dari batik wayang beber yang dibuat Marcus dan Alpha Febela. Terdapat lima adegan berbeda pada bentangan kain sepanjang 8 meter itu. Untuk itu, mereka menyelesaikan proses pembuatannya dalam 2,5 bulan.

Adegan pertama menceritakan pelayaran Cheng Ho dan pasukannya ke Indonesia. Kapal dengan bentuk layar menyerupai kipas menjadi penandanya. Selanjutnya, cerita beralih ke kisah pertemuan Laksamana Cheng Ho dengan bangsawan-bangsawan di Pulau Jawa.

Adegan tersebut mengisahkan bahwa kedatangan Cheng Ho itu mengemban misi perdamaian meski ia membawa banyak pasukan dalam sekali pelayaran.

Adegan ketiga menuturkan cerita Cheng Ho yang mendalami agama Islam. Sejarah menceritakan bahwa Cheng Ho merupakan warga Tionghoa dari suku Hui yang beragama Islam yang hidup pada Dinasti Ming.

Sikap santun yang ditunjukkan rombongannya disambut secara terbuka oleh masyarakat setempat. Penerimaan itu digambarkan dalam adegan keempat yang menampilkan transaksi dagang yang terjadi antara rombongan Cheng Ho dan warga di Pulau Jawa.

Transaksi perdagangan itu menjadi permulaan dari proses akulturasi budaya yang terjadi selanjutnya. Hal itu ditampilkan melalui adegan kelima yang menggambarkan perayaan Imlek melalui pertunjukan barongsai dan reog. Pertunjukan barongsai mewakili tradisi etnis Tionghoa, sedangkan tradisi etnis Jawa diwakili kesenian reog. "Kami membuatnya saat ada pameran batik di Tiongkok. Waktu itu, ada semacam kolaborasi antara budaya Tiongkok dan Indonesia sehingga kami mengangkat cerita Cheng Ho," ujar Marcus kepada Media Indonesia, ketika ditemui di Solo, akhir pekan lalu.

Wayang beber sendiri, terang dia, merupakan pertunjukan yang menampilkan wayang bukan dalam bentuk boneka, melainkan gambar wayang. Awalnya, pertunjukan itu bertujuan memudahkan rakyat yang buta huruf dalam memahami sebuah ajaran. Cerita yang umum ditampilkan ialah kisah Panji dan Ramayana.

"Kami sebenarnya berencana untuk didalangkan. Sayangnya, sampai sekarang belum ketemu dalang (yang tepat). Jadi, kalau masyarakat mau menikmati, bisa datang ke tempat kami," terang pembatik dari Mahkota Batik, Laweyan, Solo, itu.

Wayang beber

Dikutip dari laman Wayang.wordpress.com, sejarah wayang beber tidak diketahui pasti. Risalah tertulis mengenai wayang beber dijumpai melalui tulisan Ma Huan, seorang pengelana dari Tiongkok yang mengunjungi Majapahit pada awal abad ke-15.

Ma Huan saat itu ikut serta dalam pelayaran Laksamana Cheng Ho dari 1413 sampai 1415. Dalam buku Ying-yai Shenglan, Ma Huan menuturkan bahwa wayang beber dimainkan seorang bernama Widusaka, yakni sebutan bagi dalang pada zaman itu.

Menurut buku tersebut, terdapat dua macam wayang yang dipertunjukkan pada masa Kerajaan Majapahit. Jenis wayang lainnya ialah wayang kulit yang sempat disaksikan dan dituliskan pula oleh Ma Huan.

Sebagian ahli memperkirakan bahwa mulanya, wayang beber dilukis pada daun lontar. Seiring waktu, adegan-adegan wayang digambar di atas kertas Ponorogo yang terbuat dari serat ubi kayu.

Puluhan tahun kemudian, wayang beber dilukis di gulungan kain yang di antaranya ditemukan di Pacitan, Jawa Timur. Sayangnya, jenis wayang itu sudah jarang ditampilkan untuk umum.

"Kami mencoba mengangkat kembali wayang beber, tapi tidak digambar dengan pensil, spidol ataupun dilukis. Kami mencobanya di batik dan mungkin yang pertama kali cerita wayang beber dituangkan lewat batik," sahutnya.

Di masa depan, pihaknya berencana membuat kembali batik wayang beber dengan tema berbeda. Ia dan Alpha berencana menyuguhkan sejarah kampung batik Laweyan di atas kain sepanjang 15 meter. (S-1)