Kesuksesan untuk Dibagikan

Penulis: WIBOWO Pada: Senin, 02 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Kesuksesan untuk Dibagikan

MI/ATET DWI PRAMADIA

KESEIMBANGAN hidup akan tercapai bila ada keinginan untuk berbagi atas apa yang telah diterima. Kurang lebih begitulah pandangan Reita Farianti, Presiden Direktur PT BNI Asset Management.

Sembari malang melintang di dunia keuangan selama dua dekade terakhir, penyandang gelar sarjana matematika itu memupuk pula kecintaannya terhadap dunia pendidikan.

Dua lembaga pendidikan anak usia dini, TK Ku dan Mentari, ialah pertanda kepeduliannya terhadap anak-anak yang punya keterbatasan akses.

Ketika berbincang dengan Media Indonesia di Gedung Chase Plaza, Sudirman, Jakarta, beberapa waktu lalu, Reita dengan antusias menceritakan kedua sekolah yang berada di Cinere, Depok, itu. Dengan modal terbatas, pada 2001 silam, ia memutuskan menyewa rumah sebagai tempat untuk mentransfer ilmu.

Lokasi yang dipilih berada di tengah-tengah permukiman warga. Anak para pemilik warung yang berusia tiga tahun hingga lima tahun pun ditargetkan untuk menjadi murid sekolah yang didirikannya. Uang sekolah dapat dibayar sesuai dengan kemampuan orangtua.

"Kita yang mendatangi. Jemput bola," ucap Reita.

Kini, sudah 14 tahun sekolah-sekolah tersebut berdiri. Namun, bukan perkara mudah untuk mengurusnya di masa awal. Apalagi, itu pengalaman baru bagi Reita. Tidak jarang waktu akhir pekannya terpakai untuk mengurusi sekolah yang ia dirikan itu. Reita mesti pandai berakrobat waktu dengan berbagai perannya sebagai istri, ibu, dan wanita karier.

Sekarang, pengelolaan TK-TK miliknya sudah diserahkan ke orang kepercayaan Reita. Ia mengaku tetap memantau perkembangan meski kesibukannya yang kian meningkat membatasi ruang geraknya. Rapat bersama para pengajar yang diadakan saban tiga bulan sekali pun selalu dihadirinya.

"Kasihan kalau saya enggak involved (terlibat). Masak meeting kuartalan aja enggak hadir," kata Reita.

Sisi edukasi memang melekat pada perempuan kelahiran Surabaya itu. Tengok saja latar belakangnya, ayah Reita menjabat kapusdiklat penelitian dan pengembangan sebelum memasuki masa pensiun. Kakeknya juga seorang guru pada zaman pendudukan Belanda.

Reita juga sempat berprofesi sebagai dosen, tapi hal itu terpaksa ia sampingkan untuk sementara karena kesibukannya. Namun, sesekali, di waktu luangnya, ia tidak segan melakoni tawaran untuk menjadi dosen tamu.

Umpama, undangan dari Universitas Indonesia (UI) untuk memberikan pengetahuan tentang pasar modal pada 28 Februari lalu. Tawaran tersebut baginya merupakan bagian dari program edukasi perihal pasar modal dan investasi.

"Semakin banyak orang tahu dan mencoba membeli, experience itu dibagikan, artinya 'kaki tangan' kita semakin banyak," jelasnya.

Generasi muda, terutama remaja, menurut Reita, ialah potensi pasar yang perlu diseriusi oleh lembaga keuangan dan regulator. Kesimpulan itu berdasarkan pengamatannya sebagai ibu dari tiga anak.

Respons usia muda akan suatu informasi saat ini begitu cepat hingga membentuk opini menjadi nilai tambah, selain penyebarannya melalui perkembangan teknologi.

Keuntungan dari remaja juga mau diajak untuk mengomentari atau mencermati bersama sebagai peluang untuk memperkenalkan produk keuangan.

"Saya rasa mestinya lebih dipikirkan untuk di-capture dengan saksama," kata Reita.

Karena itu, perlu ada strategi untuk memperkenalkan industri keuangan pada remaja, seperti partisipasi dalam perdagangan bursa secara live dan trading saham. Sejumlah perusahaan keuangan pun sudah menyasar remaja lewat edukasi ke sekolah.

Informasi itu diungkapkan anaknya bahwa adanya lembaga keuangan memperkenalkan produk yang ditawarkan. Bahkan, anak bungsu Reita meminta perusahaan yang dipimpinnya untuk presentasi di sekolahnya.

Reita menyadari keinginan maupun harapan itu sebagai peluang bagi industri keuangan dalam negeri. Potensi tersebut pun mulai direalisasikan secara bertahap olehnya dari sisi pelaku usaha.

Misalnya, mendukung program edukasi dan literasi finansial yang digulirkan Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga supervisi tersebut bekerja sama dengan Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) mengadakan pameran di pusat perbelanjaan dengan melibatkan lembaga keuangan.

BNI AM bersama induk utamanya, PT BNI (persero) Tbk, turut serta mendukung program untuk market deepening hingga menciptakan pasar baru. Apalagi ditargetkan jumlah investor reksa dana mencapai 5 juta pada 2017.

Upaya tersebut dilakukan dengan paket bundling yang ditawarkan kepada publik untuk investasi senilai Rp100 ribu. "Reksa dana diperuntukkan middle class (kelas menengah)," katanya.

Memang, tidak sedikit orang yang masih bepersepsi bahwa instrumen reksa dana hanya bagi yang memiliki berkemampuan besar dan nilai penyertaan tinggi. Pasalnya, dulu investor diberi syarat memiliki dana minimal Rp50 juta untuk penempatan dana, atau Rp100 juta untuk bergabung dalam layanan prioritas.

Do and don't
Pengalaman Reita di industri keuangan membuatnya matang dalam menerima tantangan. Tawaran memimpin BNI AM yang merupakan bagian dari badan usaha milik negara (BUMN) dianggapnya sebagai ajang pembuktian diri. Apalagi, sosok perempuan acap diragukan menakhodai lembaga keuangan milik negara.

"Kalau gak dipicu dari passion kita untuk selalu ingin mencoba sesuatu yang baru, pasti enggak mungkin (diterima)," ungkapnya

BNI AM yang merupakan anak usaha dari BNI Securities yang kepemilikan sahamnya dikuasai BNI juga jadi pertimbangan menerima ajakan untuk bergabung. Konglomerasi bisnis dianggapnya sebagai hidden treasures (harta yang tersembunyi).

Karier Reita sebelumnya di lembaga keuangan swasta maupun asing memang membantunya memimpin perusahaan. Namun, ia harus menyesuaikan gaya kepemimpinan karena sekarang bekerja di perusahaan pelat merah.

"Saya coba bikin list (daftar), mana do dan mana yang don't. Mungkin dulu do, sekarang don't, ataupun sebaliknya," paparnya.

Selama enam bulan memimpin BNI AM, ia mengaku harus teliti dalam menyiapkan atau menyajikan data jika dibandingkan dengan ketika bekerja di perusahaan swasta ataupun asing. Pasalnya, ada aspek tata kelola (governance) perusahaan terintegrasi. Apalagi, lembaga yang dipimpinnya merupakan bagian dari konglomerasi industri keuangan.

Walakin, prosedur untuk mencapai keputusan akhir, menurutnya, sama saja antara BUMN, perusahaan swasta, ataupun asing. Apalagi di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK), manajemen dituntut bersikap seperti pengusaha.

"Kalau udah begini, hati maupun perasaan, keluarin dulu, simpan di lemari, dikunci, lalu kuncinya buang ke laut," tegas perempuan penggemar film tersebut.

Biodata


Nama: Reita Farianti

Pendidikan
- Universitas Prof Dr Moestopo, strata dua, finance, general (2003-2005)
- Universitas Padjadjaran (Unpad), strata satu, matematika (1986-1990)
- INSEAD, Executive Program, Global Leadership (2011-2012)

Karier
- Presiden Direktur PT BNI Asset Management (Juni 2014 hingga sekarang)
- Commisioner of PT CIMB Principal Asset Management
- Direktur Utama PT CIMB Principal Asset Management (Maret 2011-Februari 2014)
- Direktur PT Lippo Securities (April 2010-Februari 2011)
- Direktur Pemasaran PT Ciptadana Asset Management (Januari 2010-Maret 2010)
- SVP National Sales PT Trimegah Securities Tbk (Agustus 2004 hingga Desember 2009)
- VP of Branch Manager of PT Lippo Bank Tbk
- Service Assistant of PT Bank Niaga Tbk