Rokok Elektrik Berisiko

Penulis: Administrator Pada: Rabu, 04 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Rokok Elektrik Berisiko

dok.MI

KEPALA Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Tjandra Yoga Pratama menyatakan hingga kini belum ada evaluasi klinis secara menyeluruh dan pengawasan pemakaian jangka panjang pada pengguna rokok elektrik.

"Jadi belum ada jaminan rokok elektrik sebagai sebuah produk yang mutlak aman. Saya khawatir kalau ini dipersepsikan tidak berbahaya sama sekali. Seolah-olah ada rasa aman palsu, padahal tidak begitu,'' papar Tjandra pada seminar ilmiah mengenai dampak konsumsi rokok elektrik pada kesehatan masyarakat, di Jakarta, kemarin.

Ia menerangkan sejauh ini rokok elektrik mengandung nikotin cair dan bahan pelarut propilen glikol, dieter glikol, dan gliserin.

Jika dipanaskan, semua bahan itu akan menghasilkan senyawa nitrosamine.

"Senyawa itu dapat menyebabkan kanker," imbuhnya.

Ia juga tidak menyanggah ada rokok elektrik yang bebas nikotin.

Namun, tetap saja rokok elektrik itu mengandung zat perasa.

"Zat perasa ini boleh jadi bagus untuk dimakan, tapi belum tentu aman jika dihisap," katanya.

Salah satu bahan perasa yang dipakai cairan perasa rokok elektrik ialah diacetyl.

Bahan itu terkait dengan kejadian bronchiolitis obliterans (kondisi yang dikenal sebagai popcorn lung).

Zat itu biasa digunakan untuk bahan perasa buatan pada mentega.

Ia menerangkan beberapa pekerja di pabrik-pabrik popcorn yang mempergunakan oven microwave dengan paparan jangka panjang diacetyl konsentrasi tinggi memiliki insidensi tinggi terkena asma atau bronchiolitis obliterans.

Namun, lanjut Tjandra, belum diketahui tingkat diacetyl yang jauh lebih rendah sebagai perasa cairan rokok elektrik itu akan menimbulkan risiko kesehatan yang sama.

"Karena itu, perlu penelitian lebih lanjut atas dampak jangka panjang dari rokok elektrik. Terutama dampaknya pada organ paru-paru, sebelum bisa dikatakan sebagai produk aman," ujarnya.

Perlu regulasi
Rokok elektrik sedang jadi fenomena baru di tengah masyarakat Indonesia.

Sejak ditemukan pada 2003 oleh perusahaan di Tiongkok, Ruyan, kepopuleran rokok elektrik meningkat terutama di kalangan pecandu rokok tembakau.

Bahkan kini banyak masyarakat Indonesia yang beralih pada rokok elektrik karena menganggap lebih aman dan trendi.

Kepala Subdirektorat Pengawasan Rokok Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) Lela Amelia menambahkan saat ini rokok elektrik relatif amat mudah didapatkan, antara lain paling dominan melalui penjualan online.

Menurut Lela, perlu ada regulasi yang mengatur penjualan rokok elektrik di masyarakat.

Hal itu mengacu hasil survei atas regulasi rokok elektrik di beberapa negara (WHO, 2014) menunjukkan 13 dari 59 negara yang memiliki aturan tentang rokok elektrik melarang penjualannya.

Tjandra menimpali Kemenkes sedang mengatur hal itu, tapi belum diputuskan peraturannya.

"Ini kan bukan rokok atau produk kesehatan, jadi kita masih cari dulu cocoknya dikaitkan ke mana," pungkas Tjandra. (H-2)