Bekal Intelijen Satpol PP Jangan untuk Represif

Penulis: MI Pada: Kamis, 05 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Bekal Intelijen Satpol PP Jangan untuk Represif

ANTARA/Zabur Karuru

PEMERINTAH akan membekali Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang bertugas mengawal peraturan daerah (Perda) dengan kemampuan intelijen. Pembekalan keintelijenan tersebut bukanlah sebagai upaya represif terhadap sipil.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan pelatihan intelejen terhadap Satpol PP tersebut berguna bagi penciptaan pola pikir pintar di kalangan korps baju hijau pucat itu.

''Semua kita harus punya intelijen minded. Ibarat di rumah, punya apa enggak mungkin diumbar semua keluar toh. Apa yang ditutupi, apa yang tidak, itu biasa,'' ujar Tedjo di Istana Negara, kemarin.

Pelatihan intelijen terhadap Satpol PP tersebut dilakukan dengan dasar nota kesepahaman antara Kementerian Dalam Negeri dan Kepolisian RI.

Nota kesepahaman itu ditandatangani Komjen Pol Budi Gunawan, sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri, dan Dirjen Pemerintahan Umum Kemendagri Agung Mulyana. Tahap awal, pelatihan diberikan pada 1.200 anggota.

Pada kesempatan itu Menko Polhukam juga menepis pandangan bahwa pelatihan intelijen bagi Satpol PP merupakan bentuk pengetatan pengawasan terhadap penduduk sipil.

''Jangan dikait-kaitkan dengan masalah itu, karena yang memerlukan kan Kemendagri sendiri,'' ujarnya.

Pelatihan intelijen kepada Satpol PP untuk bertugas mengawal peraturan daerah tersebut diharapkan tidak berujung kepada tindakan represif yang akan merusak tatanan demokrasi dan pelanggaran hak asasi manusia.

''Kalau kemudian untuk mengganggu privasi, memata-matai seseorang, memata-matai kelompok sosial masyarakat, apalagi kelompok atau individu yang bertentangan secara politik dengan kepala daerah, itu bisa jadi ancaman bagi demokrasi dan HAM,'' ujar Wakil Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos di Jakarta, kemarin (Rabu, 4/3/2015).

Menurutnya, pelatihan intelijen kepada Satpol PP harus disikapi dengan baik oleh kepala daerah. Jangan sampai Satpol PP dijadikan alat untuk melindungi kepentingan pribadi (kepala daerah).

''Karena sekarang ada kecenderungan Satpol PP digunakan kepala daerah jadi penjaga kepentingan dia, bukan kepentingan masyarakat,'' ucap Bonar.

Untuk itu, perlu dilakukan revisi terhadap PP No 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Kewenangan untuk melakukan supervisi terhadap Satpol PP tidak hanya berada di kepala daerah, DPRD yang merupakan perwakilan masyarakat pun harus ikut melakukan kontrol terhadap Satpol PP.

Pendapat berbeda dikemukakan Kepala Biro Riset Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri yang berpendapat dalam regulasi dan UU No 17 / 2011 tentang Intelijen Negara disebutkan intelijen negara hanya melekat pada aparat penegak hukum (jaksa dan kepolisian), TNI, dan Badan Intelijen Negara.

''Kemendagri harus baca saksama produk dan regulasi hukum ini,'' ujarnya.

Pada prinsipnya Satpol PP tidak dibekali kemampuan intelijen secara bertahap seperti agen intel pada BIN ataupun TNI yang direkrut, dikembangkan dan dilatih secara khusus. Puri khawatir, pemberian kemampuan dasar intelejen kepada satpol PP tidak mencukupi.(Kim/Nyu/Ind/P-2)