Nelayan Butuh Alternatif Jaring Murah

Penulis: MI Pada: Rabu, 11 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Nelayan Butuh Alternatif Jaring Murah

ANTARA/SAIFUL BAHRI

PELARANGAN penggunaan jaring cantrang membuat kehidupan nelayan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, makin terpuruk. Kelompok nelayan pun sepakat mengajukan gugatan terhadap dua keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan lewat Mahkamah Agung.

"Sangat tidak bijaksana melarang penggunaan jaring cantrang, tanpa terlebih dulu mencari alternatif jaring murah dan ramah lingkungan untuk digunakan nelayan kecil. Seharusnya itu menjadi tugas Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan," papar pengamat perikanan Indramayu, Iwan Purbo, kemarin.

Saat ini nelayan di Indonesia, juga di Indramayu, lanjut dia, sangat bergantung pada penggunaan jaring cantrang. Itu berlangsung sejak 1997 untuk menggantikan purse seine dan jaring nilon.

Saat krisis moneter, nelayan pengguna kedua jenis jaring terpuruk karena harga kebutuhan pokok melambung.

"Kedua jaring hanya bisa menghasilkan ikan kecil. Karena itu, nelayan beralih ke jaring cantrang karena bisa mendapatkan ikan besar," lanjutnya.

Penggunaan jaring cantrang hanya membutuhkan 12-15 nelayan, berbeda dengan jaring purse seine yang butuh 30-40 orang untuk menariknya.

"Bagi hasil anak buah kapal dan nakhoda juga makin sedikit. Tidak jarang, setelah dua minggu melaut, ABK hanya mengantongi Rp50 ribu-Rp100 ribu," tandas Iwan.

Ia menandaskan jika kapal 30 GT menggunakan jaring purse seine, bisa dipastikan 40 ABK akan tidur berdesakan. Untuk beralih ke jaring nilon, nelayan tidak mampu karena harganya lebih mahal daripada harga kapal. Harga jaring nilon bisa mencapai Rp1,5 miliar, sedangkan kapal Rp400 juta-Rp800 juta.

Karena itu, Iwan meminta Litbang Kementerian Kelautan dan Perikanan cerdas menyikapi kondisi nelayan Indonesia.

"Jangan nelayan tradisional dimusuhi. KKP harus terlebih dahulu mencari alat tangkap yang ramah lingkungan dan terutama murah untuk nelayan tradisional Indonesia yang sebagian besar modalnya terbatas," tegas Iwan.

Masih di Indramayu, Ketua Kelompok Nelayan Ikan Glayem, Desa/Kecamatan Juntinyuat, Dedy Aryanto mengaku sudah mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung terkait dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 1/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan serta Permen KP No 2/2015 tentang Larangan Penggunaan Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik.

"Kedua aturan itu tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Aturan itu juga menindas dan membunuh nelayan," kata Dedy. (UL/N-3)