Penguatan Rupiah Butuh Kreativitas

Penulis: Tes/Fat/Kim/Wib/Dro Pada: Kamis, 12 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Penguatan Rupiah Butuh Kreativitas

MI/PANCA SYURKANI
Presiden Joko Widodo memimpin rapat membahas pelemahan nilai tukar rupiah.

TERKAPARNYA nilai tukar rupiah menembus level 13.000 terhadap dolar AS belum mencerminkan Indonesia dalam kondisi krisis ekonomi. Meski begitu, pemerintah tetap perlu membuat kebijakan kreatif untuk memperkuat kembali nilai rupiah.

Salah satu kebijakan yang bisa ditempuh ialah mengimbau, bahkan jika perlu memaksa investor membayar devisa hasil ekspor (DHE) lebih dulu.

Menurut ekonom dari Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih, langkah itu dinilai bisa menjadi upaya pengamanan rupiah untuk jangka pendek kendati Bank Indonesia (BI) menetapkan aturan pembayaran DHE paling lambat 90 hari setelah tanggap pemberitahuan ekspor barang (PEB).

"Pemerintah bisa mempersuasi investor membayar DHE lebih awal. Kalau BI sendiri kan sudah punya aturan sendiri," ujar Lana kepada Media Indonesia, kemarin.

Ia juga meminta pemerintah memperketat pengawasan terhadap bank. Paling tidak pemerintah perlu mengecek kembali ihwal parameter dari kurs non delivery forward (NDF) yang menjadi acuan.

"Sekarang itu ada NDF menunjukkan spekulasi rupiah ke taraf 13.400. Nah, kan bahaya kalau ada bank yang memakai spekulasi kurs tersebut, bakal ada efek-efek lanjutan," tutur Lana.

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati melihat cara sederhana menguatkan rupiah ialah dengan menekan impor dan menekan utang luar negeri.

Presiden Joko Widodo bersama menko perekonomian, menteri keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia (BI) dalam rapat khusus membahas perkembangan rupiah di Kantor Presiden, kemarin, sepakat akan mewaspadai depresiasi rupiah agar volatilitasnya tidak terlalu tinggi.

"Pergerakan rupiah masih dalam batas yang dapat diterima. Apabila volatilitas tinggi, kami akan masuk untuk memastikan tetap terjaga," kata Gubernur BI Agus Martowardojo seusai rapat.

Menko Perekonomian Sofyan Djalil pun meyakinkan publik agar tidak perlu cemas karena kondisi jatuhnya rupiah di level 13.200 per dolar pada perdagangan kemarin berbeda dengan masa krisis 1998.

"Jelas berbeda dengan tahun 1998, waktu itu rupiah terdepresiasi dari 2.400 jadi 13.000 bahkan sampai 14.000. Kalau tahun ini depresiasinya hanya sekitar 5%," tegasnya.(Tes/Fat/Kim/Wib/Dro/X-10)