Setelah Jawab 5 Hal, Denny Emoh Diperiksa

Penulis: Beo/X-6 Pada: Jumat, 13 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Setelah Jawab 5 Hal, Denny Emoh Diperiksa

ANTARA/RENO ESNIR
Denny Indrayana Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

MANTAN Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana hanya menjawab lima pertanyaan penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri saat memenuhi panggilan kedua, kemarin.

Selanjutnya, Guru Besar Hukum Tata Negara UGM itu menolak diperiksa dengan alasan penyidik melarang Denny didampingi kuasa hukum.

"Karena tidak diperbolehkan ada kuasa hukum yang mendampingi, Pak Denny memutuskan tidak berkenan untuk mengikuti pemeriksaan. Selama di ruangan pemeriksaan, ditanya lima hal, antara lain mengenai identitas Pak Denny sebagai saksi dan juga profil proyek payment gateway (pembayaran paspor secara elektronik)," kata kuasa hukum Denny, Heru Widodo, di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, kemarin.

Heru menjelaskan dasar kliennya berkeras didampingi saksi berpatokan pada Pasal 27 ayat (1) dan (2) di Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri yang membolehkan kuasa hukum mendampingi saksi.

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Rikwanto mengatakan seharusnya Denny mengklarifikasi kasus dugaan korupsi proyek payment gateway di Kementerian Hukum dan HAM.

"Itu harusnya menjadi ajang klarifikasi, kan diperiksa sebagai saksi, dia kan terlapor, kecuali kalau tersangka. Kalau dia tidak menggunakan itu, apakah menguntungkan buat dia? Lihat saja nanti. Saksi-saksi kan terus diperiksa," jelas Rikwanto di kantornya, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, prosedur operasional standar (SOP) tentang pemeriksaan saksi memang tidak memperkenankan didampingi kuasa hukum.

"Dia kan saksi, SOP di Bareskrim, KPK juga begitu, tidak perlu didampingi kuasa hukum. Kalau dia tidak mau diperiksa, itu hak dia," tuturnya.

Seusai keluar dari ruang pemeriksaan, Denny mengungkapkan bahwa proyek itu dimaksudkan untuk menggantikan model pembayaran manual yang sarat dengan antrean panjang dan pungutan liar dari para calo.

"Intinya program itu ialah dedikasi Kemenkum dan HAM kepada publik. Jadi, lebih baik tanyakan saja kepada para pembuat paspor, lebih mudah atau tidak dengan sistem elektronik," tutur Denny.

Dia membantah proyek itu merugikan negara.

"Laporan hasil BPK 30 Desember lalu menyatakan uang yang disetor ke negara Rp32,4 miliar. Negara menerima Rp32,4 miliar, bukan kerugian negara (sejumlah itu)," jelasnya.