Ke Mana Harus Mengadu?

Penulis: Irmaniar Deviani Pada: Jumat, 13 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Ke Mana Harus Mengadu?

ANTARA/AUDY ALWI

SUDAH seminggu ini Aditya Bowo, 29, tidak bisa tidur nyenyak.

Pemilik kafe Broti di Yogyakarta itu cemas menanti ponsel pintar (smartphone) yang dipesannya di salah satu toko daring terbesar di Indonesia.

Ponsel pintar seharga Rp3,699 juta tersebut bahkan sudah di-booked melalui surat elektroniknya agar tidak dibeli pelanggan lain.

"Aku waktu itu sudah booked smartphone yang akan dibeli bahkan sudah transfer sejumlah uang. Sistem toko online di sana menyatakan, bila pembayaran telah dilakukan, barang pembelian akan segera dikirim keesokan harinya. Eh, seminggu nunggu tapi enggak datang juga," tutur Aditya kepada Media Indonesia di Jakarta, belum lama ini.

Aditya pun mencoba mengadukan hal itu dengan menelepon customer service (CS) yang dimiliki si toko daring.

Namun, jawaban dari CS tidak sesuai dengan apa yang diharapkan Aditya.

"Jawaban yang enggak enak malah datang dari si CS. Dia bilang kalau barang yang dipilih sudah terjual dan aku disuruh buat beli barang yang lain. Di situlah aku menganggap online shop ini menjaring pembeli dengan cara yang tak sehat," keluhnya.

Aditya mengatakan pelayanan dari CS sangat lambat dan dioper-oper hingga memakan waktu sebulan lamanya.

Akhirnya, Aditya berhasil mendapatkan uangnya kembali.

"Pokoknya pelayanannya enggak memuaskan deh," sahutnya.

Kekecewaan lain diperoleh Mila Karina, 24, yang berprofesi sebagai guru.

Ia mengaku pernah belanja di toko daring untuk membeli alat pengeriting rambut.

Ia pun mentransfer sejumlah uang untuk pembayaran alat itu. Saat dikirim, ternyata barang yang ia terima warnanya tidak sesuai dengan apa yang dipilih pada pertama kali order.

Ia pun mencoba mencari nomor kontak yang bisa dihubungi di laman toko.

Sialnya, tak ada nomor kontak dan alamat toko yang didapatkan.

Di sana tercatat bahwa pengaduan dilakukan hanya melalui surat elektronik.

"Saya akhirnya menghubungi via e-mail dengan menuliskan secara runtut peristiwa yang saya alami. Saya berharap respons dari CS cepat, tapi ternyata saya harus menunggu selama seminggu untuk mendapatkan jawaban yang pasti. Saya berharap penjual di toko daring harusnya mengedepankan keluhan dari kami para pembeli, jangan hanya mau uangnya saja," cetus Mila.

Perkataan Mila benar adanya.

Kasus-kasus semacam ini makin sering muncul, seiring dengan menjamurnya keberadaan toko-toko daring di Indonesia.

Elektronik terbanyak

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat beberapa kasus aduan ditujukan kepada toko-toko daring yang tidak memiliki alamat dan nomor kontak yang jelas.

Mereka menyebar di sejumlah media sosial yang sedang hit saat ini seperti Blackberry Messenger, Facebook, Twitter, dan Instagram.

Dari 1.192 kasus pengaduan konsumen secara tertulis ke YLKI, sebanyak 29 konsumen mengaku dirugikan pihak toko daring karena tak ada ruang untuk melakukan komplain.

"Jumlah pengaduan yang masuk via telepon juga lebih banyak lagi, tapi kami tak memiliki sistem untuk merekam pembicaraan telepon. Saya pastikan konsumen yang lapor karena belanja online cukup banyak," ungkap Sulasri, Pengurus Harian YLKI, saat dihubungi Media Indonesia, dalam kesempatan terpisah.

Kasus terbanyak konsumen yang mengadu ke YLKI, antara lain, barang yang dipesan tak sesuai, barang yang dipesan ternyata sudah terjual, tidak ada tempat untuk menanyakan barang yang dibeli (layanan pelanggan), serta barang yang dibeli tak kunjung sampai.

Sulasri menyatakan pembelian barang elektronik yang barangnya tak kunjung dikirim serta barang yang tak sesuai pesanan merupakan kasus terbanyak yang dikeluhkan konsumen kepada toko daring.

Kebanyakan pembeli rupanya tergiur oleh belanja online karena barang yang ditawarkan murah-murah sehingga mengelabui mereka untuk cepat membelinya.

Pembeli pun jadi lupa untuk mengecek website atau histori penjual karena sudah tergiur duluan.

Saat barang tak kunjung sampai, mereka bingung harus komplain ke mana.

Untuk itu, YLKI mengimbau toko-toko daring agar memberikan ruang pengaduan konsumen supaya mereka tidak merasa dirugikan.

Salah satu caranya dengan menyediakan layanan CS yang siap sedia 24 jam mengatasi layanan pelanggan dengan cepat.

Salah satu toko daring yang telah memiliki fasilitas tersebut ialah Lazada.

Tania Amalia selaku Public Relation Manager Lazada Indonesia mengakui pihaknya sudah menerapkan sistem layanan pelanggan sejak pertama berdiri.

Konsumen dapat menghubungi Lazada baik melalui telepon, e-mail, live chat, juga melalui akun media sosial yang mereka miliki.

Mereka juga memiliki mekanisme retur apabila barang yang dibeli tak sesuai.

"Kami memiliki dasbor yang dapat memonitor semua pesan masuk dari konsumen, baik melalui e-mail maupun media sosial. Apabila terjadi kesalahan konsumen mengenai jumlah yang dibayarkan, tim verifikasi akan memberi tahu konsumen. Kelebihan pembayaran tentu saja akan dikembalikan kepada konsumen," ujarnya.

Surutnya kepercayaan
Situs Etc-digital.org menyebutkan pada 2014 Asia Pasifik akan menjadi pasar belanja daring dengan pertumbuhan sekitar 37% dengan peningkatan pertumbuhan terbesar di Tiongkok (63%), Indonesia (45,1%), dan India (31,5%).

Sayangnya, pertumbuhan jumlah toko daring yang pesat itu belum semuanya memiliki layanan aduan pelanggan yang mumpuni. Padahal, kepuasan pelanggan muncul bila penjual memberikan tanggapan cepat terhadap keluhan yang timbul.

Jika kondisi itu dibiarkan berlarut-larut, surutnya kepercayaan pelanggan menjadi risiko yang harus ditanggung bukan hanya toko daring bersangkutan, melainkan juga industri daring secara keseluruhan.

Saat terjadi sengketa antara penjual dan pembeli, sejatinya ada pihak ketiga yang bisa berperan sebagai penengah. Di sinilah pentingnya peran pemerintah. (S-4)