Strategi Kontraterorisme AS Runtuh

Penulis: MI/AP/Hym/I-3 Pada: Rabu, 25 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Strategi Kontraterorisme AS Runtuh

BBC

KAMPANYE militer yang diusung Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama terhadap kelompok ekstremis Islamic State (IS) di Irak dan Suriah menuai pujian. Sebaliknya, strategi kontraterorisme 'Negeri Paman Sam' di wilayah Yaman dinilai menemui kegagalan. Yaman justru terjerembap dalam kubangan kekacauan. Kelompok bersenjata Syiah, Houthi, kian mencengkeram kekuasaan mereka. Bahkan ibu kota Yaman, Sana'a, di bawah kendali kelompok yang mendapat dukungan dari pemerintah Iran tersebut. Selama bertahun-tahun, pemerintah Sana'a telah menjadi sekutu dekat Washington di kawasan Jazirah Arab. Namun, operasi terhadap kelompok militan yang didukung AS tak lagi menunjukkan tajinya setelah 'jatuhnya' pemerintahan Abed Rabbo Mansour Hadi yang diserang pemberontak Houthi.

Sana'a dikuasai kelompok Houthi. Bahkan Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi pernah dijadikan tahanan rumah oleh kelompok militan Syiah tersebut di Istana Presiden. Di tengah situasi yang dipenuhi kekerasan, AS memilih mengevakuasi staf kedutaan besarnya dari Yaman. Situasi yang runyam itu akan menjadi 'ladang subur' tumbuhnya kelompok-kelompok militan radikal. "Selama tekanan yang mengikat kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda di Yaman melonggar, (kondisi) itu menjadikan negara tersebut tempat yang aman untuk pengembangan cabang Islamic State (IS)," ungkap sejumlah sumber pejabat.

Situasi yang dipenuhi kekerasan bersenjata itu menjadi sinyal kemunduran dari kampanye antiteror yang dikumandangkan Obama. Padahal, enam bulan lalu, strategi kontraterorisme AS itu disebut sebagai model bagus dalam upaya memerangi milisi IS. Barbara Bodine, mantan Duta Besar AS untuk Yaman, mengatakan para pakar regional yang paling optimistis sekalipun tidak lagi memandang strategi Obama di Yaman sebagai model yang sukses. "Sedang didefinisikan lagi apa yang harus kami lakukan untuk mengembangkan kekuatan lokal dan menggunakan drone serta melawan ancaman keamanan dengan segera dan nyata," kata Bodine yang juga menjabat kepala Institute for the Study of Diplomacy pada Georgetown Universiy.