Baca dan Hitung Anak Indonesia Lemah

Penulis: Syarief Oebaidillah Pada: Kamis, 26 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Baca dan Hitung Anak Indonesia Lemah

MI/Sumaryanto Bronto

KAJIAN Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan kemampuan matematika (berhitung) dan membaca anak Indonesia amat lemah. Itu dipicu salah satunya oleh ketidakhadiran guru di kelas.

Dalam studi itu ditemukan memang hanya satu guru dari 10 guru tidak hadir di sekolah. Namun, sebanyak 12%-14% guru yang dijadwalkan mengajar di sekolah tersebut tidak berada dalam kelas.

Guru yang berada di sekolah, tetapi tidak hadir di kelas itu sering ditemukan dalam keadaan tidak mengerjakan kegiatan yang berhubungan dengan akademik.

Secara umum, sebanyak 26% yang tidak hadir di kelas beralasan melaksanakan tugas resmi yang masih berkaitan dengan kegiatan mengajar, yakni menghadiri rapat dan seminar.

Kajian dilakukan dengan rentang Oktober 2012 sampai Februari 2013 dengan sampel 880 SD dan SMP di enam wilayah, yaitu Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Papua, dan Maluku.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyatakan hasil kajian itu menarik. "Terutama kemampuan anak-anak Indonesia yang lebih lambat tiga tahun, baik matematika maupun membaca. Bahkan, laporan UNESCO menyebutkan kemampuan membaca anak Indonesia ada di urutan kedua dari bawah," ujar Anies pada jumpa pers kajian OECD di Jakarta, kemarin.

Karena itu, kata Anies, kemampuan membaca dan menulis harus menjadi fokus perhatian para guru. "Sebab kemampuan bahasa dan matematika merupakan (kebutuhan) sangat mendasar sekali. Bahasa misalnya berkaitan dengan logika, karena (saat membaca) struktur kalimat itu membentuk logika berpikir," ujarnya.

Anies melanjutkan terkait dengan ketidakhadiran para guru yang jadi salah satu pemicu rendahnya kemampuan membaca dan menulis anak-anak Indonesia, Kemendikbud sedang menyusun rencana strategis 2015-2019.

"Beberapa upaya yang kami genjot pada 2015-2019 ialah meningkatkan minat baca dan kualitas guru," tukas Anies.

Sekjen OECD Angel Gurria menambahkan, selain minat baca dan kualitas guru, sebaiknya pemerintah Indonesia juga memerhatikan distribusi guru dalam sistem pendidikan di Indonesia.

"Sebab, ketidakhadiran guru di kelas pun bisa terjadi akibat distribusi guru yang tidak merata dalam sistem pendidikan Indonesia," pungkas Angel.

Tiga instrumen
Pelaksana Tugas Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kemendikbud Taufik Hanafi mengimbau guru pendidikan anak usia dini ikut berperan meningkatkan kemampuan membaca, menulis, dan matematika anak-anak Indonesia sejak dini.

"Pasalnya, perkembangan otak anak pada usia 0-6 tahun ialah paling pesat, yaitu sebesar 50%," imbuhnya.

Ia menganjurkan guru pendidikan anak usia dini untuk meningkatkan tiga kemampuan tersebut dengan tiga instrumen pembelajaran, yakni instrumen permainan, bernyanyi, dan dongeng.

"Di sisi lain, orangtua pun berperan untuk meningkatkan prestasi belajar anak di sekolah. Itu bisa dimulai dengan mengantar anak ke sekolah, mengawasi belajar siswa di sekolah, memberi masukan, dan bahkan mengambil hal baik untuk bisa dilakukan di rumah," paparnya. (H-2)

[email protected]