Syarat JC Dihapus, Korupsi Sulit Diberantas

Penulis: Cahya Mulyana Pada: Selasa, 31 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Syarat JC Dihapus, Korupsi Sulit Diberantas

MI/SENO

TRANSPARENCY International Indonesia (TII) menilai wacana penghapusan syarat justice collaborator (JC) untuk pemberian hak remisi bagi koruptor dapat melemahkan pemberantasan korupsi.

Tanpa informasi pengungkapan perkara korupsi dari salah satu aktornya, pemberantasan korupsi dipastikan bakal meredup.

"Kita tahu korupsi merupakan salah satu kejahatan terorganisasi dan dilakukan bersama-sama. Jika reward melalui JC dihapus, otomatis korupsi sulit diungkap," kata Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko di Jakarta, kemarin.

Selama ini, ia menjelaskan, pemberian predikat JC kepada tersangka yang berani meng-ungkap semua aktor tindak pidana korupsi menjadi motivasi mendapatkan potongan masa tahanan sesuai Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Karena itu, jika JC nantinya dihapuskan dari syarat mendapatkan hak remisi, KPK akan kehilangan sumber informasi penting dari salah satu aktor korupsi.

Kerja KPK pun diperkirakan bakal kian berat.

"Itu artinya dalam metode pemberantasan korupsi, wacana ini melemahkan perjuangan amanah reformasi, juga melemahkan KPK. Maka wacana tersebut harus dicegah," tegas Dadang.

Pakar hukum dari Universitas Andalas, Shidarta, menambahkan perlu kajian lebih dalam atas wacana penghapusan syarat hak remisi yang digulirkan pemerintah.

JC sebagai syarat remisi terpidana korupsi, kata dia, mesti tetap diberlakukan ketika pemberantasan korupsi masih berjalan lamban dan tak maksimal.

"Melihat penegakan hukum untuk kejahatan luar biasa ini, pemerintah patut mengevaluasi kebijakan yang akan digulirkan. Jangan sampai argumentasi demi memberikan hak asasi berupa remisi malah berdampak pada perlambatan pemberantasan kejahatan korupsi yang jelas-jelas sudah melanggar hak jutaan warga negara," bebernya.

Tidak sesumbar

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan rencana revisi PP No 99/2012 tetap berlanjut.

Kemenkum dan HAM kini masih melakukan kajian.

"Kita mau FGD (focus group discussion) dulu, tapi pelan-pelan. Semua stakeholder akan dilibatkan. Kita pasti menampung semua pikiran yang ada," ujar Yasonna di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Meski begitu, ia tidak mau sesumbar bahwa revisi tersebut kelak dapat diterima masyarakat.

"Kita lihat. Revisi ini bertujuan justru lebih baik," pungkasnya. (Wib/S-2)