Industri Ikut Bocorkan Gula Rafinasi

Penulis: Tjahyo Utomo Pada: Senin, 06 Apr 2015, 00:00 WIB DPR
Industri Ikut Bocorkan Gula Rafinasi

DOKMI

DALAM lima tahun terakhir sedikitnya 1,5 juta ton gula rafinasi industri diduga dijual langsung ke konsumen.

Penyelundupan gula rafinasi bahan baku industri itu diduga dilakukan industri rafinasi dan distributor nakal.

Berdasarkan data selama periode 2010-2014 yang diperoleh Media Indonesia, akhir pekan lalu, gula rafinasi yang dikuasai distributor mencapai 1,88 juta ton.

Namun, hanya 15%-20%, atau sekitar 370 ribu ton, yang disalurkan ke industri makanan dan minuman skala kecil-menengah, sedangkan selebihnya, atau sekitar 1,5 juta ton, dijual langsung ke konsumen.

"Kuat dugaan distributor menyelundupkan gula rafinasi jatah industri ke konsumen," ungkap Staf Khusus Menteri Perdagangan Ardiyansah Parman di Jakarta, pekan lalu.

Untuk mendapat gula rafinasi di pasar bukan hal sulit.

Dari penelusuran Media Indonesia di Pasar Senen, Jakarta Pusat, pekan lalu, terbukti membeli gula rafinasi mudah dilakukan secara terbuka.

"Berapa pun yang sampeyan minta bisa kita minta ke agen," ungkap Yanto, pedagang di Pasar Senen.

Namun, ia enggan menyebut agen pemasok yang merupakan distributor gula rafinasi.

Pelanggan Yanto ialah ibu-ibu rumah tangga, restoran, hingga perusahaan katering.

Harga gula rafinasi yang dijual Rp11.500/kg, lebih murah daripada gula kristal putih Rp13.000/kg yang merupakan pemurnian dari tanaman tebu rakyat.

Bukan hanya distributor nakal, Ardiyansah yang juga mantan dirjen perdagangan dalam negeri mengungkapkan dugaan adanya pabrik gula yang terlibat penyelundupan gula rafinasi ke pasar.

"Kita patut curiga karena ada pabrik yang minta izin impor gula rafinasi dengan alasan untuk menguji mesin baru. Tapi sudah sekian lama berdiri, kenapa selalu meminta impor gula rafinasi," ungkapnya tanpa mau menyebut identitas pabrik gula milik swasta itu.

Audit
Atas dugaan penyelewengan itu, Kementerian Perdagangan akan melakukan audit serta memperketat pengawasan dan peredaran gula rafinasi.

"Kita akan audit dengan melihat berapa serapan di industri mamin (makanan dan minuman). Nanti ada penaltinya. Kita akan berikan surat ke industri jika ketahuan melanggar. Kalau melanggar lagi, izinnya kita cabut," tegas Dirjen Perdagangan Luar Negeri Partogi Pangaribuan yang ditemui pekan lalu.

Menurutnya, berdasar rekomendasi Kemendag, sudah ada kontrak riil antara industri rafinasi dan industri makanan minuman.

Melalui kontrak itu, akan diketahui seberapa besar serapan gula rafinasi di industri.

Untuk mencegah terjadinya rembesan, Kemendag telah menetapkan aturan baru tentang distribusi gula rafinasi dengan menganulir Surat Edaran Menteri Perdagangan No 111/M-DAG/2/2009 tentang Petunjuk Pendistribusian Gula Kristal Rafinasi.

Dengan adanya aturan baru sejak 1 Januari 2015, setiap hasil produksi gula rafinasi oleh industri hanya disalurkan langsung kepada industri makanan dan minuman sebagai pengguna sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.

Pada kesempatan terpisah, Sekjen Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Riyanto B Yosokumoro membenarkan, gula rafinasi masih beredar di pasar umum sebab kebanyakan industri kecil dan menengah masih membeli gula dalam jumlah terbatas sehingga harus melalui pedagang di pasar umum.

"Kalau dari pabrik, sekali keluar, satu truk bisa mengangkut 20 ton. Dia (pabrik) tidak mau kurang dari itu. Pabrik tidak mungkin melanggar peraturan (menjual gula rafinasi ke pasar umum). Kalau ada pelanggaran, berarti bukan pabrik," kata Riyanto.

Seperti diketahui, Indonesia belum bisa memenuhi kebutuhan gula nasional sendiri (swasembada).

Berdasarkan data Kemendag 2014, produksi gula nasional setiap tahun hanya 2,5 juta ton.

Kebutuhan gula nasional 5,7 juta ton, Alhasil, ada defisit pasokan sebanyak 3,4 juta ton. (*/E-2)