Logo KAA Dibuat dalam Semalam

Penulis: MI Pada: Sabtu, 18 Apr 2015, 00:00 WIB DPR
Logo KAA Dibuat dalam Semalam
LOGO Peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika (KAA) belakangan ini sering kita lihat. Namun, tahukah Anda siapa pembuat logo itu?

Logo itu dibuat dua orang lulusan Desain Produk Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Firman Mustarik, 35, dan Muhammad Yahya, 40. "Kami membuat logo tersebut dalam waktu satu malam," ungkap Firman, awal pekan ini.

Menurut Firman, pembuatan logo itu berawal dari telepon Wali Kota Bandung Ridwan Kamil.

Orang nomor satu Bandung itu meminta izin untuk memberikan nomor kontak dirinya kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara terkait urusan KAA. "Ternyata malam itu juga Pak Menteri telepon meminta kami membuat logo KAA. Kami kebut semalam dan hasilnya seperti sekarang," kenang Firman.

Firman menuturkan dia dan Yahya membuat lima ide alternatif. Dari seluruh draf, Rudiantara menerima logo yang ditetapkan sekarang.

"Kami kasih draf, tidak satu logo. Ada empat sampai lima ide alternatif. Setelah bentuk dasar ketemu, kami tidak boleh memodifikasi lebih banyak. Kami hanya buat logo dengan anatomi lebih bagus," jelasnya.

Untuk logo KAA, Firman dan Yahya mengaku tidak dibayar sepeser pun. Mereka melakukannya sebagai persembahan untuk bangsa.

Terkait arti logo, Firman menjelaskan ide awal merupakan permainan bentuk. Karena itu, diambil lingkaran sebagai bentuk yang bisa ditemukan di mana-mana. Asumsinya, lingkaran memiliki dinamika gerak yang esensinya dibawa ke logo.

"Angka 60 itu ada lingkarannya. Enam puluh ini momentum untuk dinamika lebih hebat. Sementara itu, warna merah itu mewakili Asia dan hijau itu Afrika," tandasnya.

Menurut Firman, pemilihan warna merah untuk Asia karena sesuai dengan kultur masyarakatnya. Sementara itu, Afrika yang lebih bumi bisa diwakilkan oleh warna hijau.

"Dari banyak negara di Asia, paling banyak keluar itu warna merah. Kalau Afrika itu earthy yang image board," bebernya.

Firman mengaku bangga atas capaiannya itu. Demikian juga Yahya. Meski sempat tidak terbersit kebanggaan, rasa itu muncul saat berjalan-jalan dengan keluarganya. "Waktu jalan di Pasupati, anak saya nanya, 'itu Bapak yang buat?'. Timbul kebanggaan. Pas bikin mah enggak ada rasa apa-apa," ucap Yahya.

Karena tidak mengkhususkan diri dalam pembuatan logo, keduanya harus membuat surat pengalihan logo ke negara melalui Kemenkominfo. Artinya logo itu tetap hak milik Firman dan Yahya, tetapi digunakan negara. (SB/I-2)