Pertalite Diduga Tutupi Kerugian Pertamina

Penulis: MI/Faw Pada: Minggu, 19 Apr 2015, 00:00 WIB DPR
Pertalite Diduga Tutupi Kerugian Pertamina

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Rencana Pertamina menjual BBM premium jenis baru dengan merek dagang Pertalite hanya akalan-akalan untuk menutupi kerugian. Pasalnya, BUMN tersebut mengalami kerugian USD 212 juta atau Rp2,75 triliun pada periode Januari-Febuari 2015. Hal ini disampaikan pengamat Energi Nasional, Yusri Usman, melalui sambungan telepon, kemarin. Menurutnya, penjelasan Direktur Retail Pertamina, Ahmad Bambang, yang akan membuat BBM Pertalite atau sejatinya bensin dengan RON 90 adalah upaya menggeser non subsidi secara paksa.  "Tujuan sesungguhnya bila terjadi penurunan harga minyak dunia,  mereka (Pertamina) tetap bisa pertahankan harga untuk cover biaya inventory (sama dengan kebijakan di Pertamax)," katanya.

Yusri mengatakan, selama ini produk pemium RON 88 adalah hasil blending (campuran) HOMC 92 dengan Light Naphta dengan prosentasi HOMC 92 (80 persen) dengan Light Naptha (20 persen) dengan biaya blending sekitar US $0.50 hingga 0.80 per barrel. Disebutkannya, kalau dikaitkan dengan Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2015 maka Pertalite tidak termasuk dalam klasifikasi penentuan harga BBM tertentu seperti Premium RON 88, solar dan minyak tanah. "Artinya Pertamina bebas menentukan harga jual komersialnya," lanjutnya.

Sebetulnya, kata alumni Universitas Gajah Mada ini, membuat BBM Pertalite bukan sesuatu yang rumit.  "Sederhana saja kok. Saat ini juga siapapun dapat menggunakan Pertalite. Datang saja ke SPBU, isi 2 liter Pertamax 92 dan 2 liter Premium (RON 88) itu hasilnya sudah jadi RON 90 (Pertalite). Hitung saja harga Pertamax 92 dan harga Premium 88 dibagi dua, itulah harga Pertalite hari ini. Direksi Pertamina saja buat heboh dan bikin rakyat bingung, " katanya. Tegasnya, kata Yusri, Direksi Pertamina itu sedang  mencari terobosan bagaimana menutup kerugian bisnis hilir yang mencapai Rp 2.75 triliun tersebut.

"Karena RON 90 tidak juga dapat dikatakan aman terhadap lingkungan, karena kandungan aromatic dan bezenenya juga tinggi. Suatu hal yg harus diingat oleh Direksi Pertamina jangan buru-buru ambil keputusan yang berpotensi melanggar undang-undang dan peraturan. Karena jika  terjadi kerugian negara, maka bisa jadi sudah memenuhi  unsur pidana korupsinya," ujarnya.