Pemerintah Bentuk Tim Kasus HAM

Penulis: Indriyani Astuti Pada: Rabu, 22 Apr 2015, 00:00 WIB DPR
Pemerintah Bentuk Tim Kasus HAM

Sumber: Kejaksaan Agung/Elsam/Kontras

SECERCAH harapan muncul bagi Siti Dyah Sujirah untuk mengetahui nasib suaminya, Wiji Thukul, yang dinyatakan hilang sejak 1998. Seniman aktivis yang tergabung dalam Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (Jakker) itu hilang bersama 13 aktivis lain dalam peristiwa 27 Juli 1998.

Dyah yang akrab disapa Sipon tidak berhenti berjuang menuntut keadilan agar suaminya ditemukan. Tuntutan itu pun akhirnya membuahkan hasil dengan dibentuknya tim gabungan untuk menelaah, mencermati, dan menyimpulkan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM). "Ini merupakan perjuangan tidak kenal lelah untuk mencari keadilan dari pemerintah, sejak Presiden Gus Dur, Megawati, SBY, dan kini Presiden Jokowi," tegas Sipon kepada Media Indonesia di Solo, Jawa Tengah, kemarin.

Dalam rapat terbatas di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, kemarin, pemerintah sepakat membentuk tim gabungan yang terdiri atas unsur Komnas HAM, Jaksa Agung, Polri, TNI, dan masyarakat.

Hadir dalam rapat itu Menteri Koordinator Polhukam Tedjo Eddy Purdijatno, Menkum HAM Yasonna H Laoly, Jaksa Agung HM Prasetyo, Kapori Badrodin Haiti, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman, dan Wakil Ketua Komnas HAM Nur Cholis. Panglima TNI tidak hadir dalam rapat itu.

Menko Polhukam menyebut langkah itu merupakan kesepakatan nasional untuk segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Dia menyatakan Presiden Joko Widodo pun mendorong pembentukan tim tersebut.

"Sudah mendapat lampu hijau dari Bapak Presiden nanti akan dibentuk tim teknis, setelah itu kami laporkan," ungkap Tedjo seusai rapat.

Jaksa Agung Prasetyo menambahkan, tim gabungan itu akan memilah kasus pelanggaran HAM masa lalu yang belum tuntas. Terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM itu akan dilakukan dua langkah penyelesaian, yakni yudisial dan non-yudisial

"Perkara yang sudah lama sebelum dikeluarkannya UU Pengadilan HAM akan diselesaikan melalui komisi keadilan dan rekonsiliasi (KKR)," ujar Prasetyo. Disebutkan, untuk perkara yang kejadiannya di atas 16 tahun sampai 50 tahun lalu akan diselesaikan lewat rekonsiliasi.

UU KKR

Pembentukan KKR masih menunggu pengesahan undang-undangnya yang kini tengah difinalisasi di DPR. Menurut Menteri Hukum dan HAM, UU KKR itu dapat disahkan tahun ini karena sudah masuk Program Legislasi Nasional 2015.

Rapat terbatas itu menyimpulkan ada tujuh kasus pelanggaran HAM yang tersisa berdasarkan hasil dari penyelidikan Komnas HAM (lihat grafik).

Istri Wiji Tukul pun mengapresiasi upaya Presiden Jokowi dan kabinetnya menuntaskan kasus pelanggaran HAM. Ia berharap pemerintah bisa menunjukkan kejelasan.

"Kalau memang para aktivis yang dihilangkan itu sudah meninggal, keluarga korban bisa ditunjukkan lokasi kuburnya, dan setelahnya dituntaskan penanganan hukum kasus HAM-nya," ujar Sipon. (WJ/X-10)