Perilaku Jorok Harus Diubah

Penulis: MI/THOMAS HARMING SUWARTA Pada: Rabu, 22 Apr 2015, 00:00 WIB DPR
Perilaku Jorok Harus Diubah
HIRUK pikuk pedagang dan pembeli di Pasar Ikan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, mulai terasa ketika matahari tenggelam dan pasar benderang oleh lampu listrik yang terpasang rapi di bagian dalam atap warna biru pasar tersebut.

Tawar-menawar harga aneka ikan, udang, lobster, kepiting, dan kerang terdengar pada bangunan seluas 9.800 meter persegi (m2) yang baru diresmikan pada 15 April lalu itu. Namun, kali ini tidak ada lagi teriakan pedagang yang meminta jalan kepada pembeli ketika mereka mendorong gerobak berisi penuh ikan.

Selain karena area pasar lebih luas jika dibandingkan dengan pasar lama yang hanya 5.150 meter persegi, selasar di antara los ikan pun kini lebih lebar, yakni 1,5 meter. Jauh berbeda dengan selasar di pasar lama yang membuat pembeli harus berimpitan saat melintasi setiap los.

Dengan kondisi saat ini, baik pedagang maupun pembeli bisa lebih leluasa bertransaksi aneka hasil laut. Seperti halnya dikatakan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat ketika meresmikan bangunan baru Pasar Ikan Muara Angke, salah satu harapan atas dibangunnya pasar yang lebih luas ialah mampu menyedot pelanggan lebih banyak lagi.

Kini, pasar yang ramai dikunjungi pembeli mulai pukul 19.00 hingga 03.00 WIB tersebut juga memiliki kapasitas lebih banyak karena terdiri dari 1.354 lapak, atau dua kali lipat lebih banyak bila dibandingkan dengan pasar lama yang hanya terdiri dari 640 lapak.

Pasar tersebut kini juga dilengkapi lahan parkir kendaraan yang luas sehingga kendaraan tidak perlu lagi parkir di badan jalan yang kerap menimbulkan kemacetan lalu lintas di dalam kompleks Pelabuhan Ikan Muara Angke tersebut.

Makmun, salah seorang pedagang ikan, mengakui bangunan pasar jauh lebih luas dan kemacetan kendaraan di sekitarnya tidak terjadi lagi. "Karena tidak ada lagi lapak pengecer di pinggir jalan. Semua masuk ke dalam pasar sehingga rapi," tuturnya.

Bahkan karena luasnya, pembeli mudah berkeliling untuk membandingkan harga di satu pedagang ke pedagang lain. Akibatnya, perbedaan harga sedikit saja sangat memengaruhi penjualan. "Dulu, karena pasarnya sempit, pembeli malas berkeliling dan membeli ikan di pedagang terdekat, meski harganya lebih mahal jika dibandingkan dengan pedagang lain di dalam," ujarnya.

Mulai kotor
Pasar kini juga dilengkapi dua toilet dan dua kamar mandi. Di area pasar ikan yang baru ini juga sudah dibangun satu masjid baru. Sayangnya, meski baru satu bulan pasar tersebut beroperasi, kondisinya mulai kotor dan menimbulkan bau tidak sedap yang menyengat. Genangan air yang menghitam bekas mencuci ikan terlihat pada saluran air di antara los. Sementara itu, di luar bangunan pasar, sejumlah tumpukan sampah terlihat menggunung dan juga menyebarkan bau busuk.

Belum lagi saluran pembuangan di sisi kiri pasar yang mampat. Jalan masuk ke pasar juga belum dirapikan sehingga menimbulkan banyak debu.

Menurut anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai NasDem H Subandi, gedung baru saja tidak cukup untuk menggaet pelanggan lebih banyak. Hal yang perlu diperhatikan oleh pengelola ialah mengubah perilaku penjual atau pemakai fasilitas pasar ikan untuk sadar kebersihan.

Oleh karena itu, ujarnya, Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan DKI harus mengawasi ketat pengoperasian pasar ikan yang baru itu agar kebersihannya selalu terjaga. "Membangun gedung baru tentu mudah, tetapi yang sulit ialah bagaimana menjaga agar tempat yang baru itu bisa terjaga terus kenyamanannya. Karena image pasar ikan selama ini jorok dan bau," tegas Subandi di Jakarta, Jumat (17/4).

Menurutnya, alasan pemindahan pedagang dari bangunan lama ke bangunan baru salah satunya karena tempat yang lama sempit dan jorok sehingga mengurangi minat pembeli. "Maka dinas terkait harus mengubah perilaku para pemakai lapak untuk sadar kebersihan," ujarnya. (J-2)