Enam Perkara Menanti Denny Indrayana

Penulis: Gol/P-6 Pada: Rabu, 22 Apr 2015, 00:00 WIB DPR
Enam Perkara Menanti Denny Indrayana

ANTARA/Puspa Perwitasari

MANTAN Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Denny Indrayana yang merupakan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi sistem payment gateway atau pelayanan pembuatan paspor berbasis online di seluruh kantor imigrasi pada 2014 ternyata kembali tersandung enam perkara korupsi lain yang kini ditangani Bareskrim Polri.

Penegasan tersebut disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Charliyan kepada wartawan di Mabes Polri, kemarin. "Kasusnya macam-macam karena kita dapatnya justru dari orang-orang Kemenkum dan HAM saat dia (Denny) menjabat," katanya.

Salah satu perkara itu, lanjut dia, terkait perjalanan dinas ganda yang melibatkan maskapai Garuda Indonesia. "Perjalanan dinas ini saya kurang jelas dan belum diperiksa. Keterlibatan pihak Garuda Indonesia juga nanti dilihat.

"Lebih jauh Anton mengatakan, enam perkara yang diduga menggunakan keuangan negara itu masih dalam tahap penyelidikan. Polri pun belum bisa menentukan berapa kerugian yang ditimbulkan karena menunggu audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Khusus proyek payment gateway, imbuh Anton, pekan depan penyidik akan kembali memanggil Denny. Adapun pemanggilan terhadap dua pemilik vendor selaku pihak rekanan belum ditentukan.

Penyidik telah menggeledah Kantor Ditjen Imigrasi dan bekas ruang kerja Denny di Kementerian Hukum dan HAM, Rabu (1/4) malam. Dari sana petugas menyita 299 item dokumen seperti proposal program payment gateway, surat-surat, dan berkas hasil rapat.

Penyidik juga telah menggeledah dua vendor yakni PT Finnet Indonesia dan PT Nusa Satu Inti Artha, Selasa (14/4) lalu. PT Finnet Indonesia ialah anak perusahaan PT Telkom yang bergerak di bidang sistem pembayaran elektronik. PT Nusa Satu Inti Artha merupakan perusahaan teknologi informasi.

Modus operandi yang diduga dilakukan Denny ialah sengaja membuka rekening bank di luar ketentuan dengan menunjuk dua vendor sebagai pihak rekanan. Dalam realisasinya, rekening vendor itu kemudian malah dijadikan tempat penampungan potongan uang hasil pungutan pembuatan paspor sebelum ditransfer ke kas negara.