Pencuri Ikan di Indonesia Criminal Organization

Penulis: T-2 Pada: Senin, 23 Feb 2015, 00:00 WIB DPR
Pencuri Ikan di Indonesia Criminal Organization

MI/SUSANTO

Susi Pudjiastuti sudah berulang kali tak kuasa menyembunyikan kegeraman tentang pencurian ikan (illegal fishing) oleh kapal asing di laut Indonesia. Menteri Susi juga telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Mafia Perikanan sebagai bentuk tindak lanjut dari kebijakan moratorium kapal dengan kapasitas 30 Gross Tonnage (GT).

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai hasil kerja Satgas Mafia Perikanan dan pola pencurian ikan yang terjadi, tim Realitas Metro TV mewawancarai Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, beberapa waktu lalu. Berikut petikannya:

Bagaimana Anda melihat praktik illegal fishing oleh pihak asing di Indonesia?
Illegal fishing tidak melihat border country, mereka beroperasi di mana-mana karena wilayah lautan tidak sejelas daratan. Jadi, organisasi atau pengusaha yang melakukan illegal fishing membuat organisasi mereka seperti criminal organization. Jadi, kru tidak tahu siapa yang punya kapalnya. Sekarang contoh, kami tenggelamin, apa ada yang klaim? Kalau kami tidak memikirkan kemanusiaan, kalau kami tidak beri tahu pihak kedutaan dan mendeportasi krunya, tidak akan ada yang nanya, tidak akan ada yang cari.

Apa saja temuan setelah membentuk Satgas Mafia Perikanan?

Nah ini ialah suatu tanda very serious organization. Modus operandi mereka juga memakai beberapa license yang telah dikeluarkan oleh kementerian. Kalau kami hanya gunakan orang internal tidak mungkin. Satu dari persoalan objektivitas. Yang kedua, skemanya juga besar sekali. Sebanyak 7.000 kapal tidak mungkin dikerjakan oleh KKP, itu persoalannya. Jadi, kami harus melibatkan transaksi keuangan, monitoring yang tidak mungkin hanya dikerjakan KKP, tetapi juga oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Hukum dan HAM. Satgas sudah monitoring dan mereka akan melakukan verifikasi semua yang terdaftar. Yang mengantongi license saja ada 1.300. Kalau yang tidak ada di daftar dan tidak punya license ya kami sita, begitu saja. Dari yang 1.300 saja, sekitar 70% pakai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) palsu dan 40% tidak terdaftar. Belum lagi yang pribadi. Jadi, semua ini memang bermasalah.

Bagaimana dengan kasus kapal Dafeng yang dioperasikan PT Dwikarya?
Kan memang masih disidik. Perkaranya ini masih dalam penyidikan, belum keluar hasil penyidikannya. Kami masih tunggu dari TNI-AL, tetapi mau berdalih apa pun, peraturan kan ada. Transhipment itu dilarang.

Kalau tenggat moratorium berakhir 30 April, apakah izin mereka kembali diberlakukan?

Tenggat waktu apa? Moratorium ya moratorium, bukan tenggat penyidikan.

Nelayan mengeluh karena hasil tangkapan mereka tidak ada yang membeli. Bagaimana tanggapan Anda?
Kami sudah kerja sama dengan Perum Perikanan Indonesia (Perindo), nanti akan bawa kapal pengangkut dari sana untuk menampung hasil para nelayan. Kami sudah bicara dengan Perindo. Nanti kami akan ke sana untuk menyelesaikan persoalan ini. Belum dimulai, tapi akan dimulai. Ini untuk jangka panjang.

Apakah memang PT Dwikarya melakukan monopoli perikanan di daerah tersebut?
Memang modus operandi mereka seperti itu, memang dibuat untuk monopoli. Modusnya ya monopoli di situ, enggak ada orang lain dan cuma Dwikarya. Ya itu cara mereka untuk membuat masyarakat ketergantungan sama mereka dan ini sebetulnya yang saya sangat tidak berkenan.

Bagaimana dengan masyarakat yang merasa dirugikan oleh perusahaan?
Kami kan mengimbau, itu kan masyarakat yang pemilik. Ownership-nya kan di masyarakat, bukan di kami. Saya tidak memprovokasi, tapi saya mengimbau masyarakat untuk melakukan tuntutan class action. Terserah masyarakat mau dilakukan atau tidak. Bukan tugas kami membawa masyarakat untuk somasi, melainkan sepatutnya mereka yang merasa dirugikan harus berani menuntut.

Apakah perusahaan mudah untuk mengakali izin beroperasi?
Ya tapi kan persyaratan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) ada banyak persyaratannya. Kalau mereka tidak compliance dengan persyaratan yang ada, ya seharusnya tidak bisa beroperasi. Seperti untuk anak buah kapal (ABK), kan ada jumlah-jumlah tertentu yang boleh dan tidak boleh.