Bubarkan yang Satu, Lahirkan yang Baru

Penulis: Kim/Ind/Nur/*/P-5 Pada: Senin, 23 Feb 2015, 00:00 WIB DPR
Bubarkan yang Satu, Lahirkan yang Baru

ANTARA/Prasetyo Utomo

LUHUT Binsar Panjaitan--sosok yang dikenal dekat dengan Presiden Joko Widodo--resmi dilantik sebagai kepala staf kepresidenan akhir tahun lalu. Tanda tanya sontak menggelayut karena Jokowi telah memiliki menteri sekretaris negara (menseneg) dan sekretaris kabinet (seskab).

Bila Jokowi ingin dibilang mengadopsi praktik tata negara di Amerika Serikat, itu pun tidak pas. Negara adi kuasa itu tidak mempunyai mensesneg dan seskab karena sudah memiliki kepala staf Gedung Putih yang punya wewenang besar setelah presiden dan wakil presiden.

"Dalam tata kelola pemerintahan Amerika Serikat, tidak ada menteri sekretaris negara atau sekretaris kabinet. Fungsi kedua lembaga tersebut sudah berada di tangan kepala staf Gedung Putih," kata Saiful Mujani kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

Anggota DPR dari Fraksi Demokrat Saan Mustopa melontarkan pernyataan senada baru-baru ini. Menurutnya, sudah ada lembaga yang mengurus kepresidenan, yakni sekretariat negara dan sekretariat kabinet. Politikus asal Karawang itu khawatir pelantikan Luhut malah menimbulkan masalah baru.

"Saya tidak melihat ada urgensinya, soalnya masih ada setneg dan setkab. Presiden Jokowi banyak membubarkan lembaga nonstruktural kok malah menciptakan lembaga baru?" cetus Saan, akhir pekan lalu.

Menurut Saan, bila Luhut sengaja dilantik untuk membantu tugas Presiden dalam berkomunikasi dengan partai-partai politik, itu sama sekali belum tampak. "Saya belum lihat lobi-lobi itu dilakukan (oleh Luhut) dengan partai," kritik dia lagi.

Atas kebijakan Jokowi melantik sang jenderal purnawirawan, Direktur Eksekutif Institut Proklamasi Arief Rachman dan kawan-kawan tidak tinggal diam. Mereka mengajukan judicial review (uji materi) terhadap Perpres Nomor 190/2014 tentang Unit Staf Kepresidenan.

Gugat ke MA
Juru bicara Mahkamah Agung Suhadi membenarkan masuknya gugatan atas Perpres Nomor 190/2014 itu. "Ada pengajuan uji materi terhadap Perpres Nomor 190/2014 tentang Unit Staf Kepresidenan. Diajukannya pada 18 Februari 2015," ujarnya singkat.

Arief Rachman menilai keberadaan staf kepresidenan saling tumpang tindih dengan beberapa kementerian. Ia menengarai Luhut sengaja diberi jabatan sebagai wujud bagi-bagi kekuasaan.

"Karena tidak diakomodasi dalam jabatan menteri, saya pikir pembentukan staf ini hanya ke bagi-bagi kekuasaan, lebih ke memberikan posisi kepada orang-orang terdekat Presiden," ujar Arief Rachman kepada Media Indonesia, baru-baru ini.

Dalam urusan administrasi negara, kabinet, dan komunikasi internal pemerintahan, Arief mengatakan tugas dan fungsi tersebut merupakan tanggung jawab mensesneg dan seskab. Namun, urusan itu menjadi bias karena ada Luhut.

"Tugas catat-mencatat ada di mensesneg. Tugas mengomunikasikan elemen politik juga ada di mensesneg dan dibantu seskab. Soal mengomunikasikan isu-isu strategis itu sebenarnya peran dari menko polhukam," lanjut Arief.

Ia menambahkan pembentukan unit staf kepresidenan dengan hak dan fasilitas yang sama dengan kementerian bertentangan dengan Pasal 15 UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dalam UU tersebut, hanya 34 kementerian yang berhak menerima hak dan fasilitas.

"Sehingga amanat undang-undang demi menerapkan asas umum pemerintahan yang baik tidak terlaksana," kritik dia.

Di sisi lain, Luhut tidak mau masuk kontroversi tersebut termasuk dengan penundaan pengesahan jajaran pegawai setingkat deputi di unit staf kepresidenan. "Saya tidak tahu soal itu. Tanya saja ke Pak Jokowi," kata Luhut di Istana Negara, Rabu (18/2).

Baginya, yang terpenting ialah menjalankan tugas kepala staf kepresidenan sebagaimana yang diamanatkan dalam Keputusan Presiden Nomor 148/P/2014 yang ditandatangani Jokowi pada 31 Desember 2014. Ia juga tidak bisa memastikan soal ada tidaknya deputi tersebut.

"Ya kita lihat saja nanti. Kalau sudah keluar (keputusannya) saya kasih tahu," tukasnya.

Kendati belum secara resmi memiliki staf setingkat deputi, Luhut disebut sudah menyiapkan beberapa nama. Dalam beberapa kesempatan menjelang atau sesudah rapat di lingkungan kepresidenan, mereka terlihat berjalan di belakang Luhut.

Ketiganya ialah Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa, mantan Asisten Ahli Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Yanuar Nugroho, serta bekas anggota UKP4 sekaligus ekonom energi Darmawan Prasodjo.

Selama ini, mantan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar itu sering kali menerima sejumlah tamu penting di kantornya, Bina Graha, ketika isu-isu hangat mencuat. Tamu tersebut, misalnya saja, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham.

Terkait dengan informasi yang menyebutkan adanya gugatan uji materi perpres unit staf kepresidenan ke Mahkamah Agung, Luhut mengatakan bakal menyerahkan dalam proses hukum yang berlaku. "Saya tidak tahu soal itu," tandas dia.