Agar Bekantan tidak Terus Terdesak

Penulis: MI/ Denny Susanto Pada: Minggu, 01 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Agar Bekantan tidak Terus Terdesak

MI/DENNY SAPUTRA

LALU lalang kapal tongkang merupakan pemandangan umum di Sungai Muning, Tapin, Kalimantan Selatan. Gunungan batu bara di kapal-kapal itu menjadi bukti sibuknya pertambangan batu bara di Kabupaten tersebut. Namun, kehadiran tongkang tampak tidak mengganggu primata khas kawasan hutan rawa itu. Seperti terlihat dari perahu motor yang kami tumpangi Rabu (11/2) siang itu di Rawa Gelam, belasan bekantan asyik berayun di batang-batang pepohonan gelam. Binatang bernama Latin Nasalis larvatus tersebut memiliki ciri khas hidung bengkok besar dan bulu berwarna cokelat kemerahan. Binatang familia monyet yang menjadi ikon Kalimantan Selatan itu tersebar hingga ke Sabah dan Sarawak, Malaysia, serta Brunei Darussalam.

Pemandangan hari itu sesungguhnya unik karena sebenarnya bekantan dikenal pemalu. Entah bekantan itu telah jinak atau justru sudah kian terdesak hingga tidak ada lagi tempat bersembunyi. Menurut Organisasi Internasional Konservasi Alam (IUCN), bekantan telah masuk daftar merah atau terancam punah. Hasil penelitian para pakar satwa liar dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin pada 2013 memang menunjukkan angka mengkhawatirkan. Diperkirakan, populasi bekantan jenis rawa gelam di sepanjang kawasan hutan rawa Sungai Muning itu sebanyak 248 ekor. Kawanan bekantan itu terbagi menjadi 11 kelompok dengan jumlah tiap kelompoknya 20 sampai 30 ekor.

Tiap kelompok dipimpin pejantan yang oleh para peneliti diberi nama sesuai dengan nama anggota tim peneliti, seperti kelompok Alikodra yang berasal dari nama pimpinan tim peneliti Prof Hadi S Alikodra. Para bekantan tersebut menempati hutan rawa dengan luasan hanya sekitar 4 hektare. Mereka pun harus berbagi wilayah dengan primata lain seperti kera dan lutung. Bagian belakang kawasan itu sudah berubah menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Kawasan hutan yang agak luas berada di seberang sungai, tetapi berkondisi rusak akibat bencana kebakaran serta alih fungsi hutan. Semula kawasan berstatus areal pemanfaatan lain (APL) menjadi kawasan pertanian warga. Pembakal (Kepala Desa) Sungai Muning, Hurmansyah, menyebut kebakaran dan alih fungsi itu telah merenggut nyawa bekantan. "Saya pernah menyaksikan sendiri ada puluhan bekantan mati karena kebakaran hutan rawa," ucapnya.

Kawasan konservasi
Upaya penyelamatan populasi bekantan kemudian dilakukan dengan pembuatan kawasan konservasi. Tahun lalu, Pemerintah Kabupaten Tapin mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan kawasan bernilai penting bagi konservasi spesies bekantan di hutan rawa gelam Sungai Muning dengan luas 90 hektare. Dari luasan tersebut, 16 hektare di antaranya merupakan areal milik PT Antang Gunung Meratus (AGM) sehingga pemerintah daerah tinggal membebaskan kawasan seluas 74 hektare yang sebagian besar sudah berubah menjadi lahan pertanian warga. "Kami berharap pada 2016 mendatang kawasan konservasi dan ekowisata ini sudah rampung dan akan dimasukkan ke paket wisata religius (makam ulama)," kata M Yunus, Asisten I bidang Pemerintahan Pemkab Tapin. Saat kami tiba di areal yang akan dijadikan kawasan ekowisata, beberapa pekerja sedang menanam bibit pohon, seperti pulai, gelam, kelakai, dan Pulantan.

Pucuk atau tunas pepohonan itulah yang akan menjadi santapan nikmat kelompok bekantan. Sementara itu, di sisi pinggir sungai, berdiri sebuah menara. Deputi Urusan Eksternal Kawasan Konservasi Bekantan PT AGM Budi Karya menjelaskan menara tersebut akan dipergunakan bagi penjaga untuk mengamati kondisi kawasan ekowisata, termasuk jika ada tindak kriminal pemburuan bekantan dan munculnya titik api. Akan dibangun dua menara pengawas lain. Pengunjung bisa menjajal menaiki menara pengawas untuk melihat aksi bekantan mencari makan ataupun bercengkerama dengan kawannya. Selain itu, akan ada rumah informasi seluas 200 meter. Jalur menuju ke kawasan ekowisata bagi masyarakat akan dibuka melalui makam Datu Ganun. Rute sepanjang kurang lebih 14 km jalur darat itu akan mencapai sisi lahan PT AGM. "Kami akan melakukan penelitian perkembangbiakan bekantan setiap tiga bulan dalam satu tahun ke depan," tambah Budi. Namun, tentunya masih banyak lagi pekerjaan rumah untuk penyelamatan bekantan. Perkembangbiakan baru bisa berjalan baik jika kondisi lingkungan sesuai. Maka itu berarti pula dibutuhkan upaya nyata dan konsisten untuk pemulihan lahan akibat kebakaran yang luasannya tidak sedikit.