Rahasia Terbang Dalam Formasi

Penulis: Administrator Pada: Sabtu, 07 Feb 2015, 00:00 WIB DPR
Rahasia Terbang Dalam Formasi

AFP

SATU tim peneliti internasional dari Inggris, Mongolia, Kanada, Australia, Jerman, dan Amerika Serikat mempelajari migrasi burung di berbagai tempat.

Migrasi burung terjadi secara rutin dan sering kita lihat mereka terbang dalam formasi 'V'. Laporan terbaru menemukan burung ibis (Geronticus eremita) berhati-hati dengan posisi ujung sayap dan sinkronisasi kepakan updraft untuk menghemat energi selama penerbangan.

Ada dua alasan burung terbang dalam formasi V. Itu mungkin membuat penerbangan lebih mudah atau mereka hanya mengikuti pemimpin. Skuadron pesawat dapat menghemat bahan bakar dengan terbang dalam formasi V dan banyak ilmuwan menduga burung melakukan hal yang sama.

"Udara mendapat dorongan di belakang kepakan sayap," kata James Usherwood, ahli biomekanika lokomotor University of London di Hatfield.

Para ilmuwan menggunakan pesawat microlight untuk mengikuti rute migrasi tradisi leluhur burung ibis dari Austria ke Italia. Perangkat GPS menentukan posisi burung setiap 30 cm dan accelerometer menunjukkan waktu kepakan sayap.

Burung peduli sinkronisasi, menyusun satu sama lain, serta memosisikan diri terbang tepat di belakang dan sisi burung di depan. Sayap menangkap pusaran, ketika seekor burung terbang tepat di belakang yang lain, waktu kepakan dibalik sehingga meminimalkan efek downdraft yang datang dari belakang tubuh.

"Kami tidak berpikir hal ini. Mungkin formasi V burung besar cukup seperti pesawat terbang dengan sayap naik dan turun," kata Usherwood.

Temuan itu berlaku bagi burung bersayap panjang lainnya seperti pelikan, bangau, dan angsa, sedangkan burung kecil membuat jalur gelombang lebih kompleks yang membuat penyusunan angin terlalu sulit. Penelitian sebelumnya menghitung burung menggunakan 20%-30% lebih sedikit energi saat berada dalam formasi V.

Secara aerodinamis formasi V itu sangat optimal. Bentuk ini menguntungkan sekawanan burung, mengurangi tekanan udara yang dipecah pemimpin burung yang berada di lini terdepan. Pemimpin burung memang harus berkorban demi yang lainnya. Untuk itu, terdapat pergantian pemimpin secara teratur.

Dari analisis, 24 ribu kepakan sayap burung menunjukkan rata-rata burung menyesuaikan posisi mereka untuk mengoptimalisasi putaran. Burung kemudian kembali menyesuaikan tahapan mereka saat mengubah formasi 'V'.

Studi ini juga memperlihatkan dalam migrasi, burung cenderung terbang paling dekat dengan daratan ketika melintasi pegunungan, kendati itu berarti berulang kali harus naik melewati ketinggian dalam penerbangan yang sama.

Unggas itu menggunakan strategi roller coaster karena penurunan kepadatan udara secara progresif pada posisi yang lebih tinggi mengurangi kemampuan mereka untuk menghasilkan pengungkit dan dorongan yang diperlukan untuk terus terbang, kata tim tersebut seperti dilansir kantor berita Xinhua.

Burung juga akan menghadapi masalah penurunan ketersediaan oksigen jika mereka terbang pada ketinggian karena konsentrasi oksigen atmosfer turun dari 21% pada tingkat permukaan laut menjadi 10,5% pada ketinggian 5.500 meter dan sekitar 7% di puncak Gunung Everest.

Seringnya hempasan angin meningkat pada posisi yang lebih tinggi saat angsa kepala bergaris berjuang untuk bergerak melewati udara yang lebih tipis, kata studi tersebut.

Tim itu juga terkejut saat mendapati bahwa kadang kala, burung terbang di udara yang naik ke atas yang diciptakan pegunungan. "Ini memberi mereka peluang terbaik untuk mendapat bantuan dari angin yang terdorong ke atas oleh daratan (yang disebut ungkitan orografis). "Dengan demikian, kondisi itu memberi tambahan pendakian dengan pengurangan pengeluaran energi mereka atau setidaknya tak perlu penambahan energi," kata salah satu penulis studi tersebut, Pat Butler, Profesor di University of Birmingham.

"Catatan tertinggi kita burung itu terbang singkat di 7.290 meter dan 6.540 meter dan tujuh dari delapan yang paling tinggi terjadi pada malam hari," kata penulis studi yang lain, Lucy Hawkes dari University of Exeter. Ia menjelaskan terbang malam akan mengurangi ongkos penerbangan jika dibandingkan dengan siang hari karena udara lebih dingin dan padat.

"Sangat mengesankan bahwa burung-burung itu bisa bermigrasi ke dataran-dataran tertinggi di seluruh dunia dan tetap nyaman dengan kemampuan fisiologis mereka," kata tim peneliti. (Antara/Xinhua/Nature/L-1)