Pertamina Massalkan Vi-Gas

Penulis: Jessica Sihite Pada: Sabtu, 07 Feb 2015, 00:00 WIB DPR
Pertamina Massalkan Vi-Gas

ANTARA
SPBU gas

PT Pertamina (persero) menargetkan pengoperasian 44 stasiun pengisian bahan bakar (SPB) Vi-Gas tahun ini. Saat ini, 18 unit stasiun pengisian bahan bakar gas cair untuk kendaraan (liquefied gas for vehicle/LGV) itu telah beroperasi dan terintegrasi dengan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik Pertamina dan swasta.

"Sebanyak 11 SPB Vi-Gas ada di Jabodetabek, 3 di Bali, dan masing-masing 1 unit di Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya," papar Vice President Gas Domestik Pertamina Basuki Trikora saat jumpa pers di Jakarta, kemarin.

Selain itu, imbuhnya, ada delapan SPB Vi-Gas di Jabodetabek dalam proses revitalisasi dan uji coba untuk beroperasi tahun ini.

"Dari 18 SPB Vi-Gas yang akan diluncurkan di 2015, ada di 14 SPBU di Jawa Barat, 2 SPBU di Jawa tengah, dan 2 SPBU di Jawa Timur," katanya.

Untuk Jawa Barat, tujuh di antaranya akan menyatu dengan SPBU yang ada di jalan tol. Untuk membangun satu unit SPB, investasi yang dibutuhkan sekitar Rp2 miliar untuk penyediaan dispenser dan tangki.

"Target penjualan 2015 semaksimal mungkin. Setiap tahun, 800 ribu metrik ton Vi-Gas yang terjual," katanya.

Konsumsi Vi-Gas dan envogas saat ini baru 0,1% dari total konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Pertamina menargetkan konsumsi naik menjadi 2,5 juta kiloliter (kl) setara premium dalam lima tahun.

"Konsumsi Vi-Gas tumbuh 40% per tahun dari 189 kl pada 2008 menjadi 913 kl di 2013," katanya.

Menurut Basuki, Vi-Gas memiliki kandungan oktan (RON) di atas 98 sehingga lebih ramah lingkungan karena minim asap, bebas sulfur dan timbal dengan pembakaran sempurna.

"Harga jual Vi-Gas lebih murah, Rp5.100 per liter setara premium. Namun, butuh alat konversi (converter kit) Rp15 juta per unit," tandasnya.

Porsi pengelolaan WK migas
Di kesempatan berbeda, Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Minyak Indonesia (IATMI) Alfi Rusin menyarankan Pertamina mendapat porsi pengelolaan blok migas nasional yang lebih besar. Saat ini, Pertamina baru menguasai 21% dari porsi ideal kepemilikan 50%-60% wilayah kerja (WK) migas.

"Dalam lima tahun ke depan, Pertamina harus menguasai 40% dari idealnya 50%-60% WK migas ," ujar Alfi saat memaparkan rekomendasi kebijakan energi untuk Kementerian ESDM dan SKK Migas di Jakarta, kemarin.

Hal itu bisa dicapai jika Pertamina memiliki right of first refusal (ROFR) untuk WK migas yang kontraknya akan berakhir. Dengan ROFR itu Pertamina bisa uji tuntas WK migas paling lambat lima tahun sebelum kontrak expired. "Perpanjangan kontrak WK migas bisa dilakukan bersama oleh kontraktor dan Pertamina tanpa menghilangkan ROFR Pertamina," tutur Alfi.

ATMI juga menyetujui porsi saham (participation interset) badan usaha milik daerah (BUMD) maksimal 10% .

Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Migas I Gede Nyoman Wiratmaja Puja berjanji mempertimbangkan usulan itu dalam revisi peraturan Menteri ESDM tentang perpanjangan kontrak.

"Semoga aturan itu bisa rilis tahun ini. Prioritas kami Pertamina karena 100% milik negara. Badan usaha lain harap maklum," katanya. (Ant/E-4)

 [email protected]