Tekanan Inflasi Mengancam

Penulis: Daniel Wesly Rudolf Pada: Senin, 02 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Tekanan Inflasi Mengancam

DOK MI

BANK Indonesia (BI) memprediksi Februari secara akumulasi terjadi deflasi 0,2%, didorong penurunan harga BBM. Namun, harga BBM yang berbalik di awal Maret, ditambah penaikan harga elpiji nonsubsidi, dan harga beras, berpotensi meningkatkan laju inflasi.

Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Solikin M Juhro mengatakan lonjakan harga beras belum banyak memengaruhi inflasi di Februari. Pada Maret, keadaan sangat mungkin berubah. "BI dan pemerintah harus cermati kondisi ini," ujar Solikin dalam pelatihan wartawan moneter di Bandung, Sabtu (28/2).

Solikin mengatakan BI melihat indikasi oligopoli di dalam negeri. "Ada indikasi oligopoli tingkat pedagang untuk berbagai produk pangan termasuk aneka cabai, daging ayam, dan sapi. Ini masalah dalam jangka menengah dan panjang."

Dalam pasar oligopoli, beberapa penjual memasarkan produk yang sama. Namun, para penjual memberikan harga yang terbatas sehingga kompetisi harga antarpelaku usaha menjadi hilang.

Berdasarkan Undang-Undang No 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke kategori perjanjian yang dilarang. Pasalnya, praktik oligopoli identik dengan kartel.

Jika praktik itu dibiarkan, kata Solikin, target penurunan inflasi dapat terganggu. Untuk itu, pemerintah diharapkan membenahi tata niaga pasar.

Laju kenaikan harga barang dan jasa tahun ini diarahkan pada rentang 3%-5%. Per Januari, laju inflasi year on year tercatat 6,96%. Laju inflasi Februari akan diumumkan Badan Pusat Statistik hari ini.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Wira Yudha meminta pemerintah tidak lengah mengantisipasi dampak kebijakan BBM. Penaikan harga premium Rp200 per liter akan menyebabkan harga bahan pokok naik.

Sebaliknya, bila harga BBM turun, harga barang lain bergeming. "Kita tidak menginginkan kenaikan sekarang berdampak pada melambungnya inflasi karena ada kemungkinan harga BBM turun lagi di April," papar Satya ketika dihubungi kemarin.

Satya menyarankan operasi pasar terus digelar. Ia juga mengingatkan, dengan naiknya harga elpiji nonsubsidi sebesar Rp5.000/kg per awal Maret, migrasi ke elpiji 3 kg akan semakin tinggi.

Pemerintah diminta mempercepat pengubahan pola distribusi dari terbuka ke tertutup. Dengan distribusi tertutup, elpiji bersubsidi hanya bisa dibeli sasaran, yakni masyarakat miskin.

Pengawasan buruk
Kalangan pengusaha mengatakan fluktuasi harga BBM berdampak kecil pada harga kebutuhan pokok bila pengawasan pemerintah baik dan aparat pemerintah 'bersih'. Buruknya pengawasan pemerintah dalam aspek distribusi menyebabkan penaikan harga BBM berpengaruh besar.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mencontohkan di Eropa dan Amerika Serikat. Harga BBM fluktuatif, tetapi harga barang-barang lain tidak bergolak. "Harga-harga barang stabil padahal harga BBM tiap hari bisa naik atau turun."