Fadli Zon Minta Pemerintah Fokus Bayar Utang Luar Negeri
PWI Reformasi Menjadi Jaringan Jurnalis Indonesia
PWI Reformasi resmi berganti nama menjadi Jaringan Jurnalis Indonesia
(JJI). Perubahan nama itu disepakati dalam Kongres PWI Reformasi ke VI,
di Samarinda, Kalimantan Timur (17/4/2015). Kongres juga menetapkan Yaya
Suryadarma sebagai ketua JJI untuk empat tahun mendatang. "Perubahan
nama itu untuk mengakomodasi kepentingan jurnalisme sesuai dengan
perkembangan zaman," ujar Yaya, seusai kongres yang dihadiri 14 dari 22
kepengurusan daerah seluruh Indonesia. Sejumlah perubahan dilakukan di
antaranya, pengurus nasional yang awalnya menggunakan nama Koordinator
Nasional (Kornas) menjadi Dewan Pengurus Pusat (DPP). Pengurus daerah
provinsi, yang tadinya menggunakan nama Koordinator Daerah (Korda)
berubah menjadi DPD JJI.
Ditempat sama, pengurus Majelis Pertimnbangan Nasional (MPN) DPP JJI, Asep R Iskandar mengungkapkan, JJI mematuhi persyaratan yang berlaku seperti aturan Dewan Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan UU Kebebasan Pers. "Misalnya, syarat yang harus dipenuhi untuk kompetensi wartawan adalah lulusan S1 atau sudah 10 tahun bekerja sebagai jurnalis dan melampirkan karya jurnalistik selama tiga bulan," katanya. Sementara itu, Yaya menetapkan Muhammad Fauzi sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) JJI yang mendampingi selama periode kepengurusan JJI.
Menurut Yaya, organisasi profesi seperti JJI menjadi wadah untuk menampung wartawan multimedia. "Jadi semua wartawan yang bekerja di media cetak, media online, dan media elektronik merupakan bagian dari JJI di era multimedia ini," katanya. Untuk diketahui, PWI Reformasi didirikan atas kekecewaan wartawan atas keputusan Kongres PWI ke-XX di Semarang, 11-12 Oktober 1998, yang menetapkan Tarman Azzam dan Bambang Sadono masing-masing sebagai ketua umum dan sekretaris jenderal PWI Pusat. Keduanya dinilai tidak kredibel serta cacat politik dan moral. Tarman, mantan ketua PWI Cabang Jakarta, ketika itu memecat 13 anggota PWI Jaya penandatangan Deklarasi Sirnagalih yang melahirkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Adapun Bambang Sadono, yang menyelewengkan DO (delivery order) beras dari Pemerintah Daerah Jawa Tengah untuk rakyat, dan karenanya dipecat sebagai wartawan Suara Merdeka, jelas cacat kriminal. Seperti halnya Harmoko dan Sofyan Lubis (keduanya mantan Ketua Umum PWI Pusat), Tarman dan Bambang juga menunggangi PWI sebagai kendaraan politik hingga menjadi anggota parlemen dari Fraksi Golkar.
Ditempat sama, pengurus Majelis Pertimnbangan Nasional (MPN) DPP JJI, Asep R Iskandar mengungkapkan, JJI mematuhi persyaratan yang berlaku seperti aturan Dewan Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan UU Kebebasan Pers. "Misalnya, syarat yang harus dipenuhi untuk kompetensi wartawan adalah lulusan S1 atau sudah 10 tahun bekerja sebagai jurnalis dan melampirkan karya jurnalistik selama tiga bulan," katanya. Sementara itu, Yaya menetapkan Muhammad Fauzi sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) JJI yang mendampingi selama periode kepengurusan JJI.
Menurut Yaya, organisasi profesi seperti JJI menjadi wadah untuk menampung wartawan multimedia. "Jadi semua wartawan yang bekerja di media cetak, media online, dan media elektronik merupakan bagian dari JJI di era multimedia ini," katanya. Untuk diketahui, PWI Reformasi didirikan atas kekecewaan wartawan atas keputusan Kongres PWI ke-XX di Semarang, 11-12 Oktober 1998, yang menetapkan Tarman Azzam dan Bambang Sadono masing-masing sebagai ketua umum dan sekretaris jenderal PWI Pusat. Keduanya dinilai tidak kredibel serta cacat politik dan moral. Tarman, mantan ketua PWI Cabang Jakarta, ketika itu memecat 13 anggota PWI Jaya penandatangan Deklarasi Sirnagalih yang melahirkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Adapun Bambang Sadono, yang menyelewengkan DO (delivery order) beras dari Pemerintah Daerah Jawa Tengah untuk rakyat, dan karenanya dipecat sebagai wartawan Suara Merdeka, jelas cacat kriminal. Seperti halnya Harmoko dan Sofyan Lubis (keduanya mantan Ketua Umum PWI Pusat), Tarman dan Bambang juga menunggangi PWI sebagai kendaraan politik hingga menjadi anggota parlemen dari Fraksi Golkar.