Mengikis Momok Dwelling Time

Penulis: MI/WIBOWO Pada: Selasa, 21 Apr 2015, 00:00 WIB DPR
Mengikis Momok Dwelling Time

ANTARAFOTO/Satya Bati

SEIRING dengan penerapan program tol laut, pemanfaatan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, terus ditingkatkan. Tanjung Perak merupakan salah satu simpul penting tol laut. Pelabuhan yang dikelola PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III tersebut memiliki rute pelayaran domestik terbanyak di Indonesia, yakni hingga 32 rute. Namun, perannya dalam program tol laut masih terhambat oleh sejumlah masalah. Persoalan yang paling mengganjal ialah masih terlampau panjangnya waktu tunggu di pelabuhan atau dwelling time. Waktu tersebut dimulai dari kapal siap sandar hingga barang muatan kapal keluar dari pelabuhan. Rata-rata mencapai 5-7 hari.

Hal itu mengemuka dalam diskusi kepelabuhanan yang dihadiri Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sri Adiningsih dan anggota senior Wantimpres yang juga mantan Ketua MPR Sidarto Danusubroto, di Surabaya, akhir pekan lalu.
Hadir pula Direktur Utama Pelindo III Djarwo Surjanto dan Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Perak Wahyu Widayat. Sri Adiningsih menyayangkan masih lamanya dwelling time. Kondisi itu mengganggu realisasi tol laut. "Presiden 'menjual' (program) tol laut di setiap kunjungannya di luar negeri. Semua pembangunan infrastruktur harus terkoneksi dan harus terus berjalan. Tidak semrawut," ujar Sri.

Direktur Utama Pelindo III Djarwo Surjanto mengaku terus berupaya menekan dwelling time yang hingga kini masih menjadi momok. Baru-baru ini, BUMN tersebut meresmikan angkutan kereta api peti kemas di Terminal Peti Kemas Surabaya untuk membantu mengurai arus barang yang terkonsentrasi di jalan raya. Selain itu, Pelindo III siap mengembangkan proyek Terminal Teluk Lamong (TTL) ke tahap II seluas 50 hektare sehingga semakin mendukung efektivitas Pelabuhan Tanjung Perak. "Kami juga siap membangun jalan layang untuk memperlancar akses barang dari TTL ke gerbang tol agar terhindar dari kemacetan," tegas Djarwo.

Namun, sayangnya, kesiapan tersebut masih terhalang oleh lamanya proses perizinan di pemerintah setempat. Untuk meningkatkan daya tampung Pelabuhan Tanjung Perak, Pelindo III telah selesai merevitalisasi Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) menjadi berkedalaman 14 meter sehingga dapat dilalui kapal berbobot hingga 50 ribu DWT (deadweight tonnage) yang sangat efisien dalam mengangkut logistik.

Beban industri
Program tol laut juga tidak terlepas dari kesiapan armada kapal pengangkut. Akan tetapi, para pelaku industri galangan kapal mengaku kesulitan mengembangkan usaha karena terbebani oleh aturan perpajakan dalam produksi kapal.
Menurut Direktur Utama PT Dumas Tanjung Perak Shipyard, Yance Gunawan, pihaknya terjepit pada kondisi dilematis. "Pertama, bea masuk untuk perlengkapan dan mesin mencapai 5%-15%. Ini membuat kami susah bersaing dengan negara lain," ujarnya saat menerima kunjungan Menteri Perindustrian Saleh Husin di lokasi galangan milik Dumas di Tanjung Perak, Surabaya, Jumat (17/4).

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengungkapkan pihaknya tengah mendesak realisasi fasilitas pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi industri galangan. Selain itu, pemerintah juga mendorong rangsangan lainnya seperti kemudahan perizinan dan investasi. "Ini sedang kami perjuangkan agar secepatnya berlaku karena rekan-rekan di industri galangan sangat membutuhkan."