DPR Dorong Peningkatan Perlindungan Sistem Pembayaran Elektronik

ANGGOTA Komisi XI DPR Muhamad Nur Purnamasidi menginginkan pemerintah dapat meningkatkan perlindungan bagi konsumen dalam sistem pembayaran elektronik yang beroperasi di Tanah Air.
"Dengan tidak kuatnya sistem yang dibangun oleh perbankan kita, membuat persepsi di masyarakat bahwa sistem keuangan yang ada di dalam perbankan kita belum sepenuhnya serius," kata Nur Purnamasidi dalam rilis, Senin (14/5).
Menurut dia, saat ini masih banyak warga terkendala di lapangan terkait e-banking sehingga berdampak kepada ketidakantusiasan masyarakat untuk menggunakan transaksi elektronik.
Politisi Partai Golkar itu mengingatkan bahwa berdasarkan data Bank Indonesia, inklusi keuangan di Indonesia sudah mencapai 67 persen, tetapi tingkat literasi masyarakat terhadap produk industri keuangan masih 26 persen.
"Ini potensi yang seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menipu masyarakat," ucapnya.
Untuk itu, ia mendesak pemerintah harus berinisiatif bersama-sama dengan DPR untuk membuat regulasi tentang transaksi elektronik yang bisa menjamin secara keseluruhan regulasi tentang sistem pembayaran elektronik.
Sebelumnya, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan, Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal adalah bagian dari upaya menggencarkan keuangan nontunai yang dinilai bisa membantu pemerintah dalam menjaga nilai inflasi.
"Kontrol terhadap suku bunga bukan lagi menjadi satu-satunya cara pemerintah untuk mengendalikan inflasi. Berkurangnya jumlah uang beredar secara tidak langsung juga akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara agregat," kata peneliti CIPS Novani Karina Saputri.
Menurut Novani, transaksi keuangan nontunai akan meningkatkan efisiensi yaitu pemangkasan waktu transaksi yang dapat berimbas pada peningkatan pelayanan.
Transaksi keuangan nontunai itu, ujar dia, diharapkan dapat mendukung upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah uang beredar yang akan memengaruhi tingkat inflasi.
Ia juga mengutarakan harapannya agar transaksi keuangan nontunai bisa mendeteksi transaksi keuangan yang mencurigakan atau berhubungan dengan
tindak kriminal.
Novani menambahkan, potensi Indonesia terhadap penggunaan transaksi keuangan nontunai sangat besar. Salah satu faktor pendukungnya adalah jumlah pengguna internet yang melebihi 50 persen dari total populasi di Indonesia.
Terkait usulan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo yang meminta batas maksimal transaksi tunai dalam RUU PTUK dikurangi dari ketetapan saat ini senilai Rp 100 juta menjadi Rp25 juta, Novani mengatakan hal ini sangat mungkin dilakukan.
Namun, lanjutnya, pemerintah harus memperbaiki kualitas pelayanan salah satunya dengan meningkatkan sosialisasi mengenai literasi keuangan nontunai atau elektronik, terutama untuk masyarakat di pedesaan.
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah dan Bank Indonesia mempertimbangkan untuk menurunkan batas transaksi uang kartal dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal yang saat ini masih diusulkan maksimal sebesar Rp100 juta.(X-10)