Lawan Radikalisme, DPR Ajak Mendikbud Bahas Pendidikan Karakter

Penulis: Micom Pada: Rabu, 23 Mei 2018, 15:04 WIB DPR
Lawan Radikalisme, DPR Ajak Mendikbud Bahas Pendidikan Karakter

Ist
Anggota Komisi X DPR RI Mujib Rohmat.

DPR meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyamakan persepsi tentang pendidikan karakter. Hal ini dinilai perlu dilakukan guna mencegah masuknya pengaruh paham radikal ke dalam institusi pendidikan.

“Kita sangat prihatin sekali terhadap model baru, dimana orang tua bisa mengajak anaknya untuk ikut terlibat dalam melakukan kasus teror bom. Ini suatu yang luar biasa dan hal itu harus ada pencegahannya,” kata Anggota Komisi X DPR RI Mujib Rohmat.

Dia mengaku sudah mengusulkan sebuah diskusi antara Komisi X DPR dengan Mendikbud serta Badan Pembinaan Ideologi Pancasila untuk membahas pengertian pendidikan karakter yang sesungguhnya dan bentuknya akan seperti apa.

“Apakah hal ini sudah masuk di dalam kurikulum atau belum.  Karena hal itu harus dimulai dari kurikulum pendidikan, dan juga terkait dengan intensitas dan guru-gurunya. Seperti apa guru-guru yang akan mengajarkan tentang pendidikan karakter tersebut,” ucap Mujib di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5).

Pertemuan tersebut, kata dia, diharapkan menghasilkan kesimpulan yang dapat diterapkan. “Kira-kira akan ketemunya di mana, apakah mereka yang akan membuatkan semacam kurikulum atau memberi catatan metodologinya. Lalu bagaimana pula mengakomodirnya ke dalam pendidikan formal,” papar politisi Fraksi Golkar itu..

Menurutnya, hal tersebut menjadi suatu langkah yang sangat penting untuk membahas persoalan mulai dari hulu. "Harus dibedakan antara orang taat dengan orang radikal, sebab orang radikal berbeda dengan orang taat," sambungnya.

 Mujib juga setuju dengan adanya pembentukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. “Hanya yang menjadi persoalan adalah nanti produknya dalam bentuk apa, kalau dahulu produknya adalah Tap MPR. Karena bentuknya Tap MPR maka eksekutif harus melaksanakannya," ujarnya.

Namun kondisinya bebeda karena pada saat itu MPR adalah sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Sedangkan ssekarang, MPR hanya melaksanakan dengan program Sosialisasi 4 Pilar nya. “Itu tidak cukup sama sekali, karena intensitasnya kurang, tidak masif, dan tidak terstruktur,” pungkasnya. (RO/OL-5)