DPR Dorong Penggabungan Volume Produksi Rokok

SEJUMLAH anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat berharap pemerintah tetap melanjutkan rencana penggabungan volume produksi sigaret keretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) pada tahun ini.
Anggota Komisi Keuangan DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Indah Kurnia, menyatakan penggabungan SKM dan SPM akan memaksimalkan penerimaan negara dari cukai. Penggabungan itu juga akan menghentikan praktik penghindaran pajak pabrikan rokok asing besar yang saat ini masih menikmati tarif cukai murah.
“Salah satu isi dari PMK 146/2017 ialah penggabungan batas produksi untuk SKM dan SPM. Ini (penggabungan) tentunya akan menciptakan persaingan yang lebih sehat karena pab-rikan kecil tidak perlu bersaing dengan pabrikan besar asing,” kata Indah saat dihubungi pekan lalu.
Dalam PMK 146/2017 dijabarkan rencana pengurangan jumlah tarif cukai dari 10 menuju 8 layer pada 2019. Selain itu, ada juga ketentuan untuk menggabungkan jumlah produksi SKM dan SPM apabila diproduksi perusahaan yang sama.
Namun, Kementerian Keuangan pada Desember 2018, mengeluarkan PMK 156/2018 Tentang Tarif Cukai Tembakau. Dalam beleid itu Kemenkeu menghapus Bab IV pada PMK 146/2017, yang salah satu tujuannya mengatur penggabungan batas produksi SKM dan SPM.
Anggota Komisi XI dari Fraksi PPP Amir Uskara mengatakan penggabung-an SKM dan SPM harus tetap direali-sasikan. Amir tidak ingin pabrikan besar asing terus menikmati tarif cukai yang murah. “Kenapa kebijakan yang baru berjalan setahun diubah? Jelas-jelas kebijakan tersebut untuk melindungi pabrikan kecil.”
Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Heri Susianto menuturkan penundaaan penggabungan volume produksi SKM dan SPM sebanyak 3 miliar batang akan memberikan keleluasaan pabrikan rokok besar asing untuk membayar tarif cukai murah. (E-1)