Komisi X Himpun Masukan RUU Ekraf di Surabaya

Penulis: MICOM Pada: Kamis, 21 Mar 2019, 12:00 WIB DPR
Komisi X Himpun Masukan RUU Ekraf di Surabaya

MI/ROMMY PUJIANTO

KOMISI X DPR RI perlu mendapatkan dukungan data dari berbagai sumber di daerah, untuk melakukan fungsi pengawasan dan mengevaluasi capaian kinerja pemerintah bidang ekonomi kreatif, melihat secara langsung pengembangan ekonomi kreatif, serta untuk melakukan kajian terhadap materi muatan Rancangan Undang-undang tentang Ekonomi Kreatif (RUU Ekraf) dan memperkaya perspektif dalam pembahasannya.

Demikian diungkapkan Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI sekaligus Ketua Komisi X DPR RI Djoko Udjianto saat diterima Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam rangka meninjau infrastruktur, sistem pendanaan, pendampingan dan hak kekayaan intelektual ekonomi kreatif, di Balai Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Selasa (19/3).

Politikus Partai Demokrat ini menambahkan bahwa Komisi X DPR RI mendapat tugas untuk membahas RUU Ekraf bersama wakil dari Pemerintah yaitu: Menteri Perdagangan RI; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI; Menteri Pariwisata RI; Menteri Koperasi dan UKM RI; Menteri PAN dan RB RI; dan Menteri Hukum dan HAM RI.

"DPR RI bersama Pemerintah telah menetapkan RUU Ekraf masuk di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015-2019, masuk dalam RUU Prioritas tahun ini. Penetapan ini tidak lepas dari fakta bahwa ekonomi kreatif, telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan di berbagai negara, termasuk di Indonesia," imbuh Djoko.

Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), selama kurun waktu 2010 hingga 2015, besaran PDB ekonomi kreatif naik dari Rp 525,9 triliun pada 2010 dan menjadi Rp 852,2 triliun pada 2015 atau meningkat rata-rata 10,14 persen per tahun.

Begitu pula pada tahun 2010 hingga 2015, sektor tenaga kerja ekonomi kreatif mengalami pertumbuhan sebesar 2,15 persen, dimana jumlah tenaga kerja ekonomi kreatif pada tahun 2015 sebanyak 15,9 juta orang.

Jumlah tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif juga akan tumbuh, diperkirakan tahun 2019 mencapai 17,2 juta orang. Sedangkan nilai ekspor bruto diperkirakan mencapai 21,5 miliar dollar AS. Konsistensi kenaikan ini menyebabkan ekonomi kreatif unggul atas sektor pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik dan gas; konstruksi pengangkutan dan komunikasi; serta keuangan, real estat, dan jasa perusahaan.

“Sektor ekonomi kreatif mampu menempati urutan 4 serapan tenaga kerja terbesar dari 10 sektor ekonomi nasional. Namun demikian, untuk mewujudkan target capaian ini, harus ditopang dengan iklim usaha nasional yang kondusif dengan regulasi, yang berpihak kepada industri ekonomi kreatif," tandas politisi dapil Jateng III ini.

Djoko juga berharap para pemangku kepentingan dan berbagai kalangan masyarakat pelaku ekonomi kreatif dan akademisi di Kota Surabaya memberikan masukan penting terkait pengelolaan ekosistem ekonomi kreatif dan pertumbuhan ekonomi kreatif.

“Regulasi seperti apa yang diperlukan dalam mengelola dan mengawasi pengembangan ekonomi kreatif. Apa usulan pemerintah daerah, pelaku ekonomi kreatif di Surabaya dan dari para pakar, utamanya mengenai infrastruktur, sistem pendanaan, pendampingan, dan Hak Kekayaan Intelektual Ekonomi Kreatif," pungkas Djoko.

Pada kesempatan yang sama, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan ekonomi kreatif merupakan industri yang berkembang pesat di Surabaya dan sustainable (berkelanjutan). “Sejak awal menjadi Wali Kota saya masuk dan belajar tentang seluk beluk industri kreatif ini. Dan alhamdullilah saat ini di Surabaya ekonomi kreatifnya sudah bergerak dan berkembang sangat pesat," jelasnya.

Terkait permodalan, Risma, sapaan akrab Wali Kota perempuan dengan segudang prestasi ini membuat terobosan dengan jemput bola terkait hal-hal teknis perihal permodalan dengan menghubungkan (membuka link) para pengusaha UMKM dengan dunia perbankan nasional.

“Yang utama itu mereka (UMKM) kita bantu mengakses dunia perbankan bukan saja dalam bentuk modal uang tapi bisa dalam bentuk bantuan barang melalui CSR. Modal itu tidak mesti berbentuk uang, bisa dalam bentuk dukungan barang yang dibutuhkan oleh masyarakat yang akan memulai usaha ekonomi kreatif," papar Risma.

Risma menekankan bahwa jika permodalan dalam bentuk uang, sementara pelaku ekraf pemula belum punya gambaran jenis usahanya apa serta bagaimana manajemen keuangan yang baik maka mereka justru bisa terjebak pada hutang bank sementara usahanya belum cukup berkembang sehingga belum siap.

“Di Surabaya biasanya mereka memulai usaha lebih dulu sesuai kemampuan, hingga pada saatnya mereka mendapatkan pesanan dalam jumlah besar barulah mereka kita dorong mendapatkan dukungan dari dunia perbankan. Kita bantu mereka mencari solusi permodalan hingga omsetnya saat ini ada yang sudah mencapai Rp 1 miliar," tutupnya bangga. (RO/OL-6)