BK DPR Tekankan Cara Berpikir Hukum pada Mahasiswa STHIJ

Penulis: MICOM Pada: Senin, 01 Apr 2019, 19:30 WIB DPR
BK DPR Tekankan Cara Berpikir Hukum pada Mahasiswa STHIJ

dpr.go.id
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang BK DPR RI Inosentius Samsul.

KEPALA Pusat Perancangan Perundang-Undangan Badan Keahlian (BK) DPR RI Inosentius Syamsul mengatakan kepada mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera (STHIJ), dalam belajar ilmu hukum tidak hanya dibutuhkan kemahiran dalam memahami lampiran perancangan Undang-Undang (UU). Namun yang lebih penting adalah cara berpikir hukum dan logika bernalar juga berpikir filsafat. Mengingat, mempelajari hukum adalah belajar memikirkan semuanya dari berbagai sudut.

“Mereka dituntut secara logika dan cara berpikir hukum, tapi bukan berarti cara berpikir hukum itu terkesan kaku, hafalan, tapi nalarnya jalan. Bahkan filsafat juga harus kuat, metode sistematika berpikirnya terus terstruktur, tapi terstruktur secara hukum juga, jadi jangan lompat-lompat,” kata Sensi, biasa Inosentius disapa, usai menerima berdiskusi dengan mahasiswa STHIJ terkait ‘Undang-Undang dan Penafsiran Hukum’, di Ruang Rapat BK DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (1/4).

Menurut Sensi, kunjungan mahasiswa STHIJ ada kaitannya dengan mata kuliah Legal Reasoning yang memang dianggap penting oleh Sensi sebagai salah satu mata kuliah hukum yang harus ada dalam menempuh pendidikan hukum. Menurut Sensi, Legal Reasoning sangat berguna dalam pembentukan UU, dan juga pada saat menentukan prioritas Rancangan Undang-Undang (RUU), mengingat dalam hal tersebut dibutuhkan argumentasi hukum yang kuat untuk menjelaskan apa yang sedang dikerjakan saat itu.

“Itu perlu argumentasi hukum juga. Kenapa UU harus menjadi prioritas, itu harus bisa dijelaskan secara logika hukum. Begitu juga ketika menyusun naskah akademik, bagaimana kita menyusun argumentasi secara filosofis, sosiologis, dan yuridis, itu membutuhkan kemahiran. Saya katakan kemahiran, karena lulusan sarjana hukum harus mampu menjelaskan secara benar tentang argumentasi dari pentingnya suatu UU,” ungkapnya.

Menurut Sensi, Legal Reasoning dibutuhkan dalam segala aspek, baik dalam evaluasi peraturan perundang-undangan yang ada berkaitan dengan hubungan antara konstitusi dengan UU, maupun hubungan UU yang sedang dibuat dengan UU yang lainnya. Itu semua harus dipikirkan secara mendalam dan detail, agar tidak melahirkan permasalahan yang baru dan tidak terjadi pertentangan atau terjadinya kekosongan hukum.

Sementara itu, Wakil Ketua Sekolah Bidang Akademik dan Penelitian STHIJ Bifitri Susanti mengatakan, kunjungan mahasiswa STHIJ ke BK DPR RI berkaitan dengan salah satu mata kuliah yang dianggap penting, yaitu Legal Reasoning. Pihaknya menginginkan mahasiswa STHIJ yang datang ke BK DPR RI mengetahui secara praktek dengan kondisi real yang ada saat ini, tidak hanya berdasarkan buku yang berada di dalam kelas, dan kegiatan ini dilakukan setiap mata kuliah tersebut berlangsung.

“Sebenarnya kalau kita nonton sidang DPR bisa saja dapat, tapi kan kalau mau tahu aspek hukum yang sebenernya tempat menggodoknya itu di BK DPR. Jadi per tahun setiap ada mata kuliah ini, kami bawa ke BK DPR. Kami minta supaya teman-teman BK DPR sharing soal dalam praktek (penyusunan RUU) itu seperti apa,” tutupnya sembari berharap ke depan mahasiswa STHIJ dapat berkontribusi bagi DPR RI dan berperan memberi masukan. (RO/OL-6)