Fahri Nilai Perlu Lembaga Perwakilan di Kamar Legislatif

Penulis: mediaindonesia.com Pada: Kamis, 18 Apr 2019, 19:32 WIB DPR
Fahri Nilai Perlu Lembaga Perwakilan di Kamar Legislatif

Antara
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

WAKIL Ketua DPR Kordinator bidang kesejahteraan rakyat (Korkesra) Fahri Hamzah melihat ada sistem yang belum sempurna dalam ketatanegaraan Indonesia, khususnya yang berada dalam kamar legislatif. Baik itu DPR RI, MPR, DPD RI dan DPRD. Oleh karena itu  perlu sebuah peraturan yang benar-benar terintegrasi.

"Saya melihat adanya sistem yang belum sempurna, khususnya dalam kamar legislatif, MPR, DPR,DPD, dan DPRD. Di sana ada banyak lubang-lubang. Oleh karena itu kami ingin datang dengan satu proposal peraturan yang betul-betul integrated, sehingga tidak ada lubang lagi, tidak ada masalah lagi ke depan," ujar Fahri Hamzah seusai memberikan sambutan sekaligus membuka Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Penyempurnaan Blue Print Implementasi Reformasi DPR di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Kamis (18/4).

Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima mediaindonesia.com, lubang-lubang yang dimaksud Fahri di antaranya adanya korupsi, serta masih adanya pihak yang tidak produktif kerjanya karena mungkin ketidakjelasan pekerjaannya. Termasuk anggota DPR RI yang selama 4 tahun bersembunyi dari konsituennya dan baru terlihat kembali setelah akan ada pemilihan legislatif berikutnya.

Dengan kata lain, Fahri bersama Tim Reformasi DPR RI mencoba mendesain lima rancangan undang-undang yang terpisah, baik itu RUU DPR RI, RUU MPR, RUU DPD RI, dan RUU DPRD, serta satu lagi RUU yang cukup penting, yakni lembaga perwakilan. Lembaga perwakilan inilah yang nantinya mengatur integrasi kerja dari kelembagaan namun dalam perspektif sistem pendukungnya.

"Dalam undang-undang lembaga perwakilan inilah yang nantinya mengatur integrasi kerja dari kelembagaan tapi dalam perspektif system pendukungnya. Ini yang harus dipisahkan dari political appointee, karena jika digabung jadi akan banyak masalah," tambahnya.

Fahri mencontohkan pemisahan UU Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), dengan UU Kehakiman dan sebagainya yang notabene merupakan sama-sama dalam kamar penegak hukum.

Begitupun dalam kamar yudikatif, di mana panitera lebih kuat dibanding hakim. Sementara di DPR RI, menurut Fahri, justru sistem pendukungnya lemah.

Sehingga inisiatif politik itu dasarnya bukan data dan pengetahuan. Padahal justru anggota DPR RI setiap harinya harus terus disupplay data.

"Intinya, kita ingin Undang-undang lembaga perwakilan yang kuat, punya sekretariat lembaga perwakilan yang benar-benar kuat. Minimal selevel menteri. Sehingga memiliki anggaran yang independen. Ujung dari semua proses itu tentu membentuk DPR RI yang modern, professional dan kredibel," ujar Fahri.

Desain rancangan undang-undang yang notebene sebagai blueprint dari implementasi reformasi ini draftnya telah selesai, dan akan segera diserahkan kepada para pakar dibidangnya untuk menjaring saran dan masukan-masukan untuk bisa disempurnakan.

Pada kesempatan tersebut hadir pula sebagai pembicara Guru besar Ilmu Administrasi dari Universitas Indonesia (UI) Eko Prasojo, Dosen Sosiologi FISIP Universitas Indonesia (UGM), Aris Sujito, Guru Besar dan Ketua Program Pascasarjana Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Syamsul Maarif, dan dipandu oleh Ujianto Singgih yang merupakan peneliti utama di pusat penelitian Badan Keahlian DPR RI. (X-15)