Kebijakan Presiden yang Prorakyat Harus Didukung Menterinya

Penulis: mediaindonesia.com Pada: Kamis, 04 Jul 2019, 18:50 WIB DPR
Kebijakan Presiden yang Prorakyat Harus Didukung Menterinya

DOK Parlementaria
Anggota Fraksi PDIP DPR RI Maruarar Sirait (kiri).

Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Maruarar Sirait mengatakan bahwa harus diakui pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selama ini diinginkan masih belum tercapai. Dikatakannya, angka kemiskinan, pengangguran, dan gini ratio memang berkurang, namun angkanya harus lebih signifikan lagi.

Demikian diucapkan Maruarar Sirait dalam acara diskusi Dialektika Demokrasi yang diselenggarakan oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Pemberitaan Parlemen DPR. Diskusi yang mengangkat tema ‘Plus Minus Paket Menteri Ekonomi di kabinet Jokowi’, ini digelar di Ruang Media Center, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019).

''Selain itu penerimaan pajak juga tidak tercapai. Oleh karenanya harus ada keberanian menciptakan satu langkah yang luar biasa. Penerimaan negara 65% berasal dari pajak. Kalau pajak itu tidak tercapai pasti efeknya tinggi kepada APBN. Kalau penerimaannya tidak tercapai, pasti pengeluarannya juga menjadi tidak maksimal dan hutang negara juga akan bertambah,'' tambahnya.

Ia menyampaikan, sejumlah menteri di bidang ekonomi saat ini kebanyakan berlatar belakang akademisi dan birokrat. Jarang yang punya background pengusaha. ''Menurut saya sudah saatnya dilakukan kombinasi. Jangan kebijakan-kebijakan Presiden yang sudah prorakyat malah tidak didukung oleh Menterinya. Sebab Menteri adalah pembantu Presiden, dan yang juga memiliki visi misi adalah Presiden bukan menteri,'' tandasnya.

Pada kesempatan yang sama, Anggota DPR RI Fraksi PKS Andy Akmal Pasluddin mengatakan, apabila berbicara ekonomi Indonesia 2014-2019, tentu akan ada dua sisi (sudut pandangnya) yakni ada raport merah dan ada raport biru.

“Raport merah itu disandingkan antara janji visi misi Presiden dengan capaian selama lima tahun. Kami melihat, dari angka-angka yang ada dan bukan hoaks. Indikator pertumbuhan ekonomi yang didengung-dengungkan 7%, ternyata selama lima tahun tidak tercapai. Artinya target untuk mengurangi orang miskin dan pengangguran menjadi tidak signifikan. Baru terjadi dalam sejarah, angka kemiskinan turun di bawah 2 digit,'' jelas Akmal.

Akmal juga mengusulkan beberapa poin, diantaranya yaitu harus ada Badan Penerimaan Negara, pembatasan impor, pembatasan tenaga kerja asing yang unskill, dan keberadaan beberapa kementerian juga harus diperkuat. “Terkait ekonomi kreatif, harus diberikan ruang bagi generasi muda selaku penerus bangsa. Selain itu perbaiki pelayanan pemerintahan,” paparnya.

Sementara itu, Anggota DPR RI Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa ada satu hal yang harus dikuatkan dari segi pemikiran, yaitu pertumbuhan ekonomi bukanlah segala-galanya. “Kalau pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi kesenjangan tetap terjadi, arti pertumbuhan ekonominya menjadi tidak tercapai. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus dapat menyejahterakan masyarakat.

Misbakhun menyampaikan, saat ini tax ratio Indonesia rendah yang diakibatkan oleh adanya permasalahan yang bersifat struktural di APBN. “Penerimaannya kurang optimal tetapi biaya bunga kita naik. Hal ini yang harus menjadi perhatian tim ekonomi kita kedepan. Yang kita cari sebenarnya bukanlah orang-orang dipuji oleh luar negeri, reputasinya internasional dengan berbagai macam penghargaan, tetapi menteri yang loyal seratus persen kepada Presidennya,” tegasnya.

Senada dengan pembicara lainnya, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto juga mengatakan, bila melihat perkembangan ekonomi lima tahun terakhir, target perekonomian secara umum relatif belum tercapai bila ukurannya RPJMN.

Aspek lain yang harus dilihat adalah terkait tantangan ke depan. Sebelumnya ada beberapa target yang sangat optimistis bisa tercapai ternyata belum bisa mencapai hasil sesuai yang diharapkan, sehingga pada periode kedua pemerintahan Jokowi harus ada upaya lebih keras untuk meningkatkan performa pemerintah di lima tahun kedepan.

“Secara umum, di bidang ekonomi melihat kinerja perekonomian dari sisi pertumbuhan. Karena pertumbuhan tersebut merepresentasikan segala aktifitas yang ada dimasyarakat. Ultimate goal-nya adalah bagaimana ekonomi dapat tumbuh dengan baik dan merata,” ucap Eko.

Di awal pemerintahan Presiden Jokowi, sambungnya, pertumbuhan ekonominya di bawah 5% yakni 4,8%. Kemudian dilakukan berbagai macam upaya kebijakan dan terobosan, yang akhirnya pertumbuhan ekonomi mampu meningkat di atas 5%.

“Ketika di awal pemerintahan masih ada pilihan terhadap orang-orang yang duduk dikabinet itu yang masih belum tepat, perkembangan ekonominya masih turun, dan ketika dilakukan penggantian kemudian pertumbuhan ekonominya menjadi naik. Artinya ada kinerja di sana. Hanya saja semenjak awal RPJMN 2014-2019 itu dipasang dengan harga yang cukup ambisius, di mana pertumbuhan ekonomi ditargetkan rata-rata 7%. namun hasilnya sekarang ini hanya mencapai di kisaran 5%,” katanya.

Eko berharap, kedepan tim ekonomi itu harus dikocok ulang, karena memang dibutuhkan orang yang benar-benar bisa mengimplementasikan  harapan didalam rencana tersebut,” pungkasnya. (OL-10)