Pengelolaan Sampah untuk Energi Listrik belum Maksimal

Penulis: M Taufan SP Bustan Pada: Selasa, 30 Jul 2019, 21:55 WIB DPR
Pengelolaan Sampah untuk Energi Listrik belum Maksimal

MI/M Taufan SP Bustan
ANGGOTA Komisi VII DPR RI Ahmad M Ali

ANGGOTA Komisi VII DPR RI Ahmad M Ali menilai bahwa rencana pengelolaan dengan metode pengembangan daur ulang sampah menjadi energi listrik yang merupakan salah satu dari pilot project Energi Baru Terbarukan (EBTKE), belum berjalan maksimal di beberapa daerah di Tanah Air.

Menurutnya, pengembangan tata kelola sampah untuk tujuan pengayaan energi baru terbarukan, memang sejauh ini hasilnya tidak begitu menggembirakan, baik karena soal hambatan regulasi maupun teknis lapangan.

Pernyataan Ahmad berkaitan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menagih persoalan sampah yang terjadi di pelbagai daerah, serta pengelolaan sampah menjadi energi pembangkit listrik. Jokowi pernah menagih sekaligus mengevaluasi progres penanganan sampah untuk energi listrik dalam rapat terbatas dengan topik 'Perkembangan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)' di Istana Presiden, Selasa 16 Juli 2019.

Berkaitan dengan itu, lanjut Ahmad, Komisi VII dan pemerintah lewat Kementerian Lingkungan Hidup memiliki komitmen yang kuat terhadap pengembangan EBTKE.

"Dari sisi rencana dan fasilitasi anggaran tidak terdapat masalah serius," terang Ahmad kepada Media Indonesia di Palu, Selasa (30/7). Masalah mendasar, menurut Ketua Fraksi NasDem di DPR-RI itu, sebetulnya terletak pada dua hal.

Pertama, tidak semua provinsi maupun kabupaten/kota menurunkan EBTKE, PLTSa menjadi skala prioritas rencana umum energi daerah. Bahkan ada daerah yang tidak memiliki sama sekali rencana umum energi daerah.

Kedua, lanjut Ahmad, berkaitan dengan koordinasi rasio kecukupan elektrifikasi setiap daerah dan ketiga, berkaitan dengan power purchase agreement dengan PLN, sebagai hilir pengelolaan listrik. Sebagian besar, sebut dia, pemerintah daerah belum detail menurunkan rencana energi baru terbarukan sebagai terobosan pembangunan daerah.

"Pemerintah daerah umumnya belum memiliki skenario semacam itu, katakanlah penanganan sampah berbasis energi listrik atau PLTSa sebagai bagian dari terobosan pembangunan daerah," ungkapnya.

Di sisi lain terdapat tantangan yang di hadapi seperti, urai dia, berkaitan dengan bahan baku dan ketersediaan investasi di sektor tersebut.

"PLTSa itu kan standar tekhnis yang umum butuh antara 700-1500 ton sampah per hari, sementara di beberapa kota, memiliki kapasitas sampah relatif sedikit, misalnya Palu yang hanya sekitar 115 ton per hari," tandas Ahmad.

Kementerian Lingkungan Hidup, menempatkan sistem penanganan sampah, dengan metode daur ulang sampah pada pembuangan akhir, menjadi salah satu penilaian penting, untuk menentukan daerah berhal atau tidak meraih adipura. (Opn/OL-10)