Penghapusan Asas 'Cabotage' Dinilai Janggal

Penulis: mediaindonesia.com Pada: Selasa, 15 Okt 2019, 09:18 WIB DPR
Penghapusan Asas

Istimewa/DPR RI
Anggota DPR RI Periode 2019-2024 Sigit Sosiantomo

ANGGOTA DPR RI Periode 2019-2024 Sigit Sosiantomo mengkritik usulan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Ia menilai UU Pelayaran masih relevan dan terasa janggal jika sejumlah pihak mengusulkan revisi UU itu dengan tujuan menghilangkan asas cabotage. Padahal asas cabotage ditujukan untuk meningkatkan perekonomian nasional dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi perusahaan angkutan laut lokal dan nasional.

“Aneh jika ada pihak-pihak yang ingin merevisi UU Pelayaran dan menghilangkan asas cabotage dalam UU Pelayaran. Berdasarkan data Bappenas, total potensi sektor maritim Indonesia mencapai 1,2 triliun dollar Amerika Serikat (AS) per tahun,"  papar Sigit dalam rilis yang diterima baru-baru ini.

"Potensi ekonomi yang begitu besar apakah mau dibuka untuk asing semua? Apalagi Indonesia sebagai poros maritim dunia telah dicanangkan pada tahun 2014 oleh Presiden Jokowi,” kata Sigit.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu yakin, peraturan asas cabotage ini dapat meningkatkan produksi kapal dalam negeri, sebab seluruh kapal yang berlayar di perairan dalam negeri harus berbendera merah putih dan diawaki oleh awak berkebangsaan Indonesia. Hal ini tertuang dalam Pasal 8 ayat 1 dalam UU Pelayaran.

Sigit menuturkan, sejak pemberlakuan asas cabotage pertumbuan pelayaran nasional meningkat pesat. Dari data Indonesian National Shipowner’s Asociation (INSA), penerapan asas cabotage yang juga didukung para pelaku usaha pelayaran nasional menambah dampak positif bagai perekonomian nasional, khususnya investasi sektor angkutan laut.

Pada 2017, armada pelayaran nasional mencapai 23.823 atau melonjak dari sejak awal diterapkannya asas cabotage pada 2005 yang hanya berkisar 6.041 armada. Hal ini juga diiringi dengan pertumbuhan perusahaan pelayaran nasional yang pada 2017 telah mencapai 3.760 perusahaan.

“Kekuatan armada laut kita cukup besar untuk melayani pelayaran nasional dan juga telah mampu melayani seluruh pendistribusian kargo domestik. Jadi, untuk apalagi membuka kran untuk asing," tutur Sigit.

"Lebih baik, potensi sektor maritim yang besar ini dikelola dan diselenggarakan oleh kita sendiri untuk kemakmuran rakyat,” jelas Sigit yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi V DPR RI Periode 2014-2019 ini.

Sigit menjelaskan, selain terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi, asas cobatage juga bermakna kedaulatan negara (sovereign the country) telah terbukti sukses dalam menjaga kedaulatan negara pada aspek keamanan dan pertahanan. Sesuai amanat UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, armada pelayaran nasional menjadi bagian dari pertahanan negara, yang dapat dimobilisasi jika negara dalam keadaan bahaya.

Karenanya, Sigit dengan tegas menolak revisi RUU Pelayaran.

“Tahun 2011 pemerintah sudah pernah mengusulkan revisi UU Pelayaran yang meminta penundaan asas cabotage dan saat itu DPR melalui Komisi V tegas menolak," jelas Sigit.

"Tentu sekarang, jika ada pihak-pihak yang ingin mengusulkan revisi UU ini lagi, khususnya yang terkait asas cabotage kami akan tegas menolaknya karena asas cabotage ini jelas sangat dibutuhkan sebagai payung hukum penyelenggaraan angkutan laut dan dunia maritim kita,” tandas Sigit. (OL-09)