KPK Harus Mampu Jaga Pemerintahan yang Sah

Penulis: mediaindonesia.com Pada: Kamis, 30 Apr 2020, 11:30 WIB DPR
KPK Harus Mampu Jaga Pemerintahan yang Sah

DOK DPR RI
Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan.

Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menjelaskan, di masa pandemi Covid-19 saat ini semua pihak dipaksa mengalah dan menutup mata dengan alasan ada keadaan kedaruratan kesehatan. Oleh sebab itu, ia mendesak Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencermati lebih serius terkait 'korupsi kebijakan', mulai dari bagaimana prosedur, mekanisme, tata cara, due process of law suatu kebijakan diambil.

Menurut Arteria, saat ini semua pihak berharap besar pada KPK dan sekaligus, momentum terbaik KPK di dalam mengimplementasikan konsep pencegahan korupsi, khususnya dalam upaya besar bangsa di dalam menghadapi bencana non-alam yang luar biasa. Maka dari itu Arteria mendesak KPK, dengan fungsi yang dimilikinya, agar mampu menjaga pemerintahan yang sah dalam hal politik anggaran di masa darurat pandemi Covid-19.

"KPK harus mampu menjaga pemerintahan yang sah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Jangan sampai beliau tersandera, jangan sampai ada design besar untuk mengkooptasi kekuasaan pemerintah yang berkuasa," tandas Arteria saat Rapat Kerja Komisi III dengan dengan Pimpinan KPK, di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (29/4/2020).

Ia memberikan catatan penting, bagaimana kewenangan lembaga-lembaga negara, termasuk Lembaga Kepresidenan pun harus dijaga, Presiden harus tetap diposisikan sebagai Kepala Negara pemegang kekuasaan tertinggi berdasarkan Undang-Undang. DPR RI harus diposisikan representasi daulat rakyat dalam konteks keuangan negara dan politik anggaran.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini pun menyinggung soal kekuasaan yang diberikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara dan kekuasan kehakiman dan penegak hukum harus dapat bekerja tanpa dapat dibatasi oleh produk hukum apapun, apalagi dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Di hadapan para peserta rapat yang terdiri dari para Anggota Komisi III DPR RI dan Pimpinan KPK, baik yang hadir secara langsung maupun yang hadir secara virtual, dia mempertanyakan tentang materi muatan undang-undang apalagi perpu. Apakah boleh dua aturan tersebut melampaui kewenangan UUD, menabrak fatsun konstitusi, menegasikan kekuasaan Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan, serta menghilangkan daulat rakyat dalam konteks keuangan negara dan politik anggaran.

Menurutnya, seharusnya ring satu istana dapat memberikan informasi yang dianggap perlu dan urgent kepada Presiden. "Apa gunanya para menteri kalau tidak berani ambil kebijakan di saat krisis, tidak berani jadi pagar hidupnya presiden, disuruh kerja malah minta imunitas? Lah orang biasa juga bisa kalau begitu," kritik Arteria.

Arteria mengatakan pembantu Presiden tidak usah minta imunitas di Perppu, karena tanpa Perppu sekalipun mereka akan terlindung sepanjang tidak ada 'mens rea' nya. "Ini kan lucu banget dan kasihan Pak Jokowi. Kami mau tahu ini mainan dan design besar siapa? Siapa yang diuntungkan, yang menjadi beneficial owner dari 'Proyek Krisis Kemanusian' ini. Tugas KPK untuk mendalaminya," imbuhnya.

Menurut legislator dapil Jawa Timur VI itu, saat ini kondisi Pasal 2 UU Tipikor sudah efektif, di mana penetapan Kedaruratan Nasional sudah diambil, sehingga unsur 'negara dalam keadaan bahaya' sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) sudah terpenuhi. Sehingga pelaku tindak pidana atas Anggaran Covid-19 dapat dijatuhkan hukuman pidana mati. (RO/OL-10)