Komisi IX Minta Kemenkes Hindari Penggunaan Vaksin Kedaluwarsa

Penulis: Atalya Puspa Pada: Jumat, 29 Apr 2022, 10:57 WIB DPR
Komisi IX Minta Kemenkes Hindari Penggunaan Vaksin Kedaluwarsa

ANTARA/Muhamad Ibnu Chazar
Petugas menyuntikkan vaksin covid-19 pada pemudik di Pos Pelayanan Ketupat Lodaya 2022, Rest Area KM 57, Karawang, Selasa (26/4/2022)

KOMISI IX DPR RI meminta Kementerian kesehatan untuk memperhatikan masa kedaluwarsa vaksin. Pasalnya, dalam rapat terakhir dengan kemenkes, biofarma, dan Badan POM minggu lalu, dilaporkan adanya vaksin yang sudah kaedaluwarsa. Jumlahnya mencapai 19,3 juta dosis vaksin. Tidak hanya itu, diperkirakan bahwa pada bulan April dan awal Mei, vaksin kadaluarsa bisa mencapai 50 juta dosis, bahkan lebih.

"Anehnya, vaksin kedaluwarsa itu diperiksa kembali oleh Badan POM. Lalu, diperpanjang masa waktu berlakunya. Yang semestinya sudah kedaluwarsa, ada yang diperpanjang dan diperbolehkan untuk disuntikkan lagi," kata Anggota Komisi IX DPR, Saleh Daulat dalam keterangan resmi, Jumat (29/4).

"Teman-teman komisi IX banyak yang mempertanyakan. Kalau memang bisa diperpanjang, mengapa ada masa kedaluwarsa. Dengan perpanjagan itu, definisi kedaluwarsa (expired date) menjadi kabur dan tidak jelas?" imbuh Saleh.

Baca juga: Tiga Lembaga Teken Kerja Sama Penuhi Hak Restitusi Anak Korban Kekerasan Seksual

Baca jugaSiang Ini, 5 Wilayah Jakarta Bakal Diguyur Hujan

Dalam konteks itu, lanjut dia, Kementerian Kesehatan diminta untuk tegas menghindari penggunaan vaksin yang sudah kadaluarsa. Harus dipastikan bahwa vaksin yang diberikan ke masyarakat adalah vaksin terbaik dan sesuai ketentuan. Dalam logika awam, bagaimana pun vaksin kadaluarsa pastilah memiliki risiko tertentu.

Sejalan dengan itu, Kemenkes diminta agar selektif dalam menerima hibah dan membeli vaksin. Penerimaan hibah dan pembelian vaksin pasti menggunakan APBN. Anggaran yang digunakan tidak sedikit. Sampai sejauh ini, biaya pembelian vaksin sudah mencapai lebih dari 32 Triliun. Angka ini belum termasuk biaya handling dan distribusi vaksin hibah. Kalau ada yang kadaluarsa dan tidak terpakai, tentu akan ada kerugian negara yang cukup besar.

"Kemenkes mau tidak mau harus selektif. Selain untuk menghindari kedaluwarsa, kemenkes juga harus memilih dan membeli vaksin halal. Pengadaan vaksin halal ini adalah amanat dari putusan judicial review di MA," tegas Saleh.

Ia melanjutkan, sederhananya, kalau mau menerima hibah, Kemenkes harus memastikan dulu bahwa masa kadaluarsanya masih lama dan vaksinnya halal.

Selain itu, jika memutuskan untuk membeli, maka harus dipastikan halal dan dipilih yang masa kadaluarsanya lama. Dengan begitu, kebutuhan pada vaksin halal terpenuhi dan waktu untuk menyuntikkannya cukup.

"Tentu semua itu harus didasarkan pada ketentuan pelaksanaan vaksinasi sebagaimana diarahkan oleh para ahli epidemolog dan ITAGI," imbuh Saleh.

"Karena ada putusan MA, sudah semestinya kemenkes tidak menerima hibah vaksin non-halal. Harus tegas dan cepat mengadakan vaksin halal," pungkas dia. (H-3)