Pembangunan Kawasan Borobudur Sangat Sedikit Melibatkan Masyarakat Sekitar

Penulis: Ardi Teristi Pada: Senin, 06 Jun 2022, 19:27 WIB DPR
Pembangunan Kawasan Borobudur Sangat Sedikit Melibatkan Masyarakat Sekitar

ANTARA
Candui Borobudur.

RENCANA pemberlakuan harga tiket sebesar Rp750 ribu untuk naik ke Candi Borobudur yang disampaikan Menko Kemaritiman dan Investasi  Luhut Binsar Panjaitan menuai polemik. Hal tersebut dinilai wajar karena selama ini hampir semua inisiatif pembangunan di kawasan Borobudur adalah inisiatif Pemerintah Pusat.

Dosen Program Studi Pariwisata sekaligus Kepala Pusat Studi Pariwisata UGM, Dr Muhammad Yusuf menyampaikan, studi yang dilakukan Puspar UGM menunjukkan, pembangunan kawasan Borobudur sangat sedikit melibatkan  masyarakat sekitar, termasuk para penggerak wisata.

"Menjadi cukup wajar bila kemudian masyarakat tidak terlalu paham arah pengembangan di kawasan Borobudur, dan bahkan bingung harus melakukan apa," ujar dia dalam siaran pers dari Humas UGM, Senin (6/6).

Alhasil, banyak unsur masyarakat yang tidak siap dengan perkembangan yang terlalu cepat tersebut. Di sisi lain, dia mengakui angka kunjungan wisatawan domestik ke Candi Borobudur sangat banyak dan cenderung naik, bahkan melebihi daya dukung Candi Borobudur.

Data memperlihatkan jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2018 sebanyak 3.855.285 terdiri dari wisatawan domestik 3.663.054 dan wisatawan mancanegara 192.231. Pada 2019, jumlah tersebut mengalami peningkatan menjadi 5.016.839 terdiri dari wisatawan domestik 4.774.757 dan wisatawan mancanegara 242.082.

Berdasar kajian yang telah dilakukan selama ini dan untuk mendukung  konservasi, seharusnya jumlah kunjungan ke candi tidak lebih dari 300 pengunjung per hari. Sedangkan keputusan 1.200 pengunjung per hari adalah untuk kawasan candi bukan untuk menaiki candi.

"Banyak studi telah menunjukkan, kelebihan pengunjung selama ini telah membuat kerusakan di candi, seperti permukaan candi yang terus menurun, dan batu candi yang mulai rusak," tutur dia.

Terkait polemik yang terjadi, Yusuf menilai, jika kebijakan mengenai konservasi dan pariwisata di Candi Borobudur ini sering kali tidak integratif. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidakjelasan arah kebijakan  dari para pemangku kepentingan yang terlibat.

Karena itu, menurutnya, kejelasan kelembagaan ini perlu diperkuat sehingga setiap kebijakan yang diambil menjadi hal yang disepakati bersama  dan menjadikan implementasi di lapangan menjadi lebih optimal. (OL-15)