DPR Sebut UU TPKS Dapat Langsung Diterapkan

Penulis: Sri Utami Pada: Rabu, 27 Jul 2022, 09:29 WIB DPR
DPR Sebut UU TPKS Dapat Langsung Diterapkan

Ist/DPR
Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina.

UNDANG-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang telah disahkan pada Mei 202 lalu sejatinya telah dapat digunakan atau diterapkan.

Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya mengatakan UU TPKS delik dan hukum acaranya bisa langsung dieksekusi tanpa aturan turunan.

"Ketika undang-undang itu disahkan undang-undang TPKS delik dan hukum acaranya sudah bisa langsung dieksekusi. Jadi tanpa peraturan turunan baik peraturan pemerintah atau perpresnya undang-undang TPKS sudah bisa digunakan oleh aparat penegak hukum khususnya dalam dalam ranah delik-deliknya dan hukum acara sendiri," ujarnya.

Dalam diskusi Darurat Kekerasan Seksual Anak, Bagaimana Implementasi UU TPKS Selasa (26/7), Willy menegaskan jika merujuk pada kasus kekerasan seksual pada anak hukum acara UU TPKS bisa digunakan oleh undang-undang sejenis, seperti undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan anak, undang-undang tindak pidana perdagangan orang dan lain sebagainya.

"Itu sudah bisa menggunakan hukum acara tindak pidana kekerasan seksual. Jadi undang-undang 1 genre itu bisa menggunakan hukum acara ini," kata Willy.

Baca juga: UU TPKS bisa Diterapkan Meskipun Aturan Turunan Belum Rampung

Dia menilai publik masih menghadapi problem sosiologis yang menjadi salah satu penyebab kekerasan terhadap anak masih kerap terjadi.

Dengan demikian kehadiran undang-undang sebagai legal standing aparatur negara dalam menjalankan tugas perlindungan sangat diperlukan.

"Belum tentu lahirnya sebuah undang-undang otomatis menjadi kesadaran di tengah masyarakat kita. Itu pertanyaan yang paling fundamental. Jadi belum tentu sebangun antara kesadaran publik dengan undang-undang maka yang penting adalah political will dari pemerintah"

Anggota Fraksi NasDem ini juga menekankan undang-undang TPKS telah mengatur secara khusus tentang pencegahan kekerasan seksual. Dalam bab tersebut undang-undang TPKS mengamanatkan tentang pentingnya literasi dan peran komunitas.

"Ada peran negara ada peran komunitas dalam proses pencegahan. Jadi peran tokoh agama, tokoh masyarakat terlibat dalam proses menjaga narasi itu tetap disampaikan"

Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina menyoroti peran semua pihak untuk menerapkan UU TPKS. Undang-undang tersebut tidak dibuat untuk Kementerian PPA tapi dibuat untuk semua kementerian.

"Setelah kami mengundang-undangan jangan ini dibawa dalam ranah bahwa ini tugasnya komisi 8, bahwa ini sudah menjadi undang-undang. Euforianya seolah-olah tugas selesai DPR selesai karena sudah menjadi undang-undang," kata Selly.

"Setelah itu tugas kami melakukan pengawasan. Itu bukan saja tugas kami masih ada di luar fungsi kami melakukan pengawasan, kami punya fungsi lain yaitu fungsi budgeting," paparnya.

Sementara itu Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar mengungkapkan 80 juta penduduk merupakan usia anak. Dari jumlah tersebut 84% anak tinggal bersama kedua orang tuanya.

Kemudian 8% hidup hanya dengan ibunya. Lalu 2- 3% tinggal bersama ayahnya sedangkan 5% merupakan jumlah anak yang rentan karena tidak tinggal bersama orangtuanya.

"Dalam bayangan kita 84% ini akan baik-baik saja ternyata tidak juga. Yang paling rentan itu ada 5% di antara anak-anak kita tidak tinggal bersama orang tuanya, dialah yang harus tinggal dengan orang lain di panti, orang yang tidak dikenal dan segala macamnya sehingga yang paling rentan dan seringkali menjadi incaran ada kerentanan yang memberikan ruang orang lain untuk untuk masuk menjadikan anak-anak ini dalam situasi yang tidak baik," tukasnya. (Sru/OL-09)