Gobel: Mana yang Lebih Prioritas dan Mendesak, Subsidi Petani atau Mobil Listrik?

Penulis: mediaindonesia.com Pada: Selasa, 16 Mei 2023, 16:49 WIB DPR
Gobel: Mana yang Lebih Prioritas dan Mendesak, Subsidi Petani atau Mobil Listrik?

DPR RI
Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang Rachmat GobelĀ 

WAKIL Ketua DPR RI Bidang Korinbang Rachmat Gobel mengatakan, sebaiknya pemerintah fokus membangun pemerataan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, serta memperkuat sektor pertanian, perikanan, dan pangan pada umumnya. 

“Subsidi untuk yang papa, bukan untuk yang berdaya. Mari kita gunakan akal sehat dan nurani kita dalam bernegara. Mana yang lebih prioritas dan urgent, membangun pertanian dengan mensubsidi petani dan pertanian atau mensubsidi mobil listrik dan pengusaha kaya?” katanya, Senin (15/5).

Hal itu ia sampaikan menanggapi kebijakan pemerintah yang memberikan subsidi untuk motor listrik dan subsidi untuk mobil listrik. Berdasarkan pemberitaan di media massa, subsidi itu besarnya sekitar Rp7 juta untuk sepeda motor dan sekitar Rp25 juta hingga Rp80 juta untuk mobil. Selain itu, pemerintah juga akan mengganti mobil dinas pejabat eselon I dan eselon II serta sepeda motor dinas dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik. 

Baca juga: Gobel: Sebaiknya Pemerintah Subsidi Pertanian ketimbang Mobil Listrik

Anggaran untuk tiap pembelian satu mobil listrik itu adalah Rp966 juta. Sedangkan anggaran untuk motor listrik adalah Rp28 juta per unit. Nilai total subsidi sepeda motor listrik untuk periode 2023-2024 mencapai Rp7 triliun. Angka ini belum termasuk subsidi untuk mobil listrik yang nilai subsidi per unitnya jauh lebih besar. Subsidi ini diberikan kepada produsen kendaraan listrik untuk mengurangi polusi udara. 

Pada sisi lain, saat ini untuk pembelian mobil listrik harus antre berbulan-bulan. “Jadi sebetulnya tidak ada masalah demand di sini. Sehingga pemerintah sudah tak perlu turun tangan lagi. Pemerintah justru harus turun tangan dalam mengurangi kemiskinan serta menguatkan pertanian dan perikanan. Mari kita efektifkan dana negara untuk hal-hal yang prioritas dan mendesak. Keberpihakan kita harus jelas untuk siapa dan kepada siapa,” papar Gobel.

Gobel mengatakan, para menteri yang menjadi pembantu presiden harus tegak lurus pada visi presiden. “Kita harus jaga visi presiden yang sudah baik. Jangan ada yang belok-belok. Kita harus jaga APBN untuk sebesar-besar kepentingan rakyat. APBN itu berasal dari pajak rakyat. Jadi harus Kembali ke rakyat,” katanya. 

Gobel juga mengaku prihatin dengan kondisi pertanian Indonesia saat ini. Padahal menurutnya, di masa puncak covid-19, Indonesia bisa swasembada beras. Namun 2023 ini pemerintah justru menyiapkan impor beras hingga 2 juta ton. 

Baca juga: Jokowi Harap Sensus Pertanian 2023 Lahirkan Data Kebutuhan Pupuk Subsidi yang Akurat

Di awal rencana impor ini, Kementerian Pertanian dan BPS menyampaikan produksi padi Indonesia mencukupi kebutuhan nasional. Namun Bulog menyatakan cadangan beras di gudang Bulog justru menipis. Sesuai regulasi maka impor harus dilakukan. 

“Kita tidak perlu berdebat soal keabsahan data, namun yang pasti subsidi pupuk untuk petani terus menurun. Ini tentu merupakan satu masalah yang besar bagi petani. Petani kita mayoritas petani gurem. Mereka petani kecil yang hasilnya cukup buat hidup sehari-hari saja, sehingga saat musim tanam mereka butuh bantuan pupuk dan bibit. Itu pun hanya sebagian saja yang mendapat pupuk subsidi. Jika subsidi dikurangi maka bisa dibayangkan apa yang terjadi pada mereka,” katanya.

Berdasarkan data, kata Gobel, anggaran untuk subsidi pupuk mengalami penurunan terus dalam lima tahun ini. Pada 2019 Rp34,3 triliun, pada 2020 Rp31 triliun, pada 2021 Rp29,1 triliun, pada 2022 Rp25,3 triliun, dan pada 2023 Rp24 triliun. Sehingga dalam lima tahun ini, subsidi pupuk berkurang hampir Rp10 triliun.

“Di masa tanam sulit dapat pupuk dan bibit, selain tak cukup punya modal. Namun saat panen harga gabah jatuh dan hasil produksinya pun tak diserap Bulog karena kualitas gabahnya medium sehingga tak sesuai kriteria Bulog. Pada pasca panen ini ada masalah pengeringan dan penyimpanan, sehingga jika gabahnya digiling maka beras menjadi pecah atau warna beras buram. Jadi pemerintah harus membantu juga penanganan pasca panen melalui mesin pengering dan alat panen yang modern. Kita harus perbanyak pengadaan alsintan. Ekosistem pertanian yang baik belum tercipta dan belum sesuai perkembangan zaman. Di sini negara harus hadir,” papar Gobel.

Baca juga: awasan Bundaran HI Segera Tersedia Charging Station Mobil Listrik

Gobel mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah di sektor pertanian ini. “Selain ada hal-hal teknis dan edukasi, yang tak kalah pentingnya adalah pemanfaatan instrumen fiskal dan APBN,” katanya. Menurutnya, APBN adalah instrumen sangat penting dalam melakukan perubahan suatu bangsa. “APBN didistribusikan ke mana dan untuk siapa. Ini yang harus dilihat mengapa Indonesia tak maju-maju,” katanya.

Gobel mengatakan, sektor pertanian adalah sektor yang sangat strategis. Pertama, sektor pertanian menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Kedua, sektor pertanian memberikan pangan pada bangsa. Nasib bangsa besar akan sangat rawan jika pangan pokoknya tergantung bangsa lain. Ketiga, sektor pertanian berada di desa sehingga ia menjadi kunci ketahanan masyarakat desa dan menjadi penggerak ekonomi desa. “Jadi jangan main-main dengan pertanian,” katanya.

Selain pertanian, kata Gobel, pemerintah juga harus memprioritaskan sektor perikanan dan perkebunan. “Intinya soal pangan. Dunia sedang menghadapi ancaman krisis pangan. Sektor pangan juga menyerap lapangan kerja yang sangat besar,” katanya.

Selain itu, kata Gobel, masalah kemiskinan harus ditanggulangi secara organik. “Tidak bisa dengan cara instan. Bansos dan BLT itu untuk kondisi darurat, bukan solusi sejati dalam penanggulangan kemiskinan. Ibarat aspirin, itu tak mengobati penyakitnya, hanya menghilangkan simtomnya saja. Jadi jangan bangga dengan turunya angka kemiskinan jika faktornya karena Bansos dan BLT,” tutupnya. (RO/S-3)