Perilaku Korupsi Tetap Subur

Penulis: Anshar Dwi Wibowo/P-2 Pada: Senin, 02 Mar 2015, 00:00 WIB DPR
Perilaku Korupsi Tetap Subur

MI/ROMMY PUJIANTO

PERTENGAHAN Februari tahun ini, sekumpulan prajurit Polri berkumpul di halaman Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menunggu atasannya disidang. Raut muka kaku, serius, seolah menafikan semboyan 'Siap Melayani Masyarakat' yang melekat dalam kesatuan itu.

Tak lama, mimik wajah berputar 360 derajat. Semringah dan senyum pun terkembang diiringi yel-yel tanda kepuasan dan kepalan tangan menghujam udara.

Bahkan ada yang bersujud syukur setelah Hakim Sarpin Rizaldi membatalkan status tersangka yang disematkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Komjen BG. Sementara orang-orang di luar sana, penggiat antikorupsi, gigit jari.

Agaknya putusan tersebut seperti antiklimaks pemberantasan korupsi. Tidak banyak yang menyadari tindak korupsi ialah kejahatan yang paling merugikan negara dan masyarakat. Sebuah bangsa bisa hancur hanya karena laku korupsi yang mendominasi. Tentu bangsa Indonesia tidak mau menerima nasib seperti itu.

Korupsi apa pun ragamnya harus dapat dienyahkan dari masyarakat. Salah satu cara menyadarkan masyarakat bahwa korupsi itu ialah perilaku sangat buruk dan haram yang menyengsarakan semua pihak.

Namun, imbauan seperti itu tidaklah cukup. Cara praktis yang bisa menjadi pertimbangan penegak hukum ialah memperlakukan mereka dengan tidak istimewa.

Memang sudah dipastikan bahwa koruptor ialah orang kaya dari hasil uang jarahannya. Berbeda dengan maling kecil yang terkadang dia mencuri hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan perutnya. Namun, apa pun yang tergolong mencuri haruslah ditindak sesuai hukum

sehingga sudah sepatutnya siapa pun yang mencuri harus mendapat ganjaran setimpal. Perlakuan terhadap pencuri dan koruptor pun di muka hukum seharusnya sama, sesuai prinsip equality under the law.

Jadi sangat naif jika pihak-pihak tertentu masih menyikapi perilaku korupsi hanya dengan pertimbangan dia pimpinan, panutan atau orang yang pernah berjasa kepadanya, sehingga memberi dukungan kepada koruptor.

Tak ayal, keberhasilan Komjen BG di praperadilan dimanfaatkan pula oleh mantan Ketua Umum PPP yang tersangkut masalah haji saat menjabat menteri agama, Suryadharma Ali. Ia bersiap mempraperadilankan keputusan KPK. Terbaru, politikus dari Partai Demokrat Sutan Bhatoegana, Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin, dan Bupati Sabu Raijua Marthen Dire Tome melakukan langkah serupa.

Padahal, sebelumnya ada harapan baru saat KPK dengan sangat berani memberantas korupsi. Tidak peduli mereka pejabat negara atau tokoh politik.

Satu per satu orang-orang yang tampak 'bersih' dan 'sulit dijamah hukum' berhasil dipakai rompi oranye. Harapan untuk membuat malu dan jera kepada koruptor pun sebenarnya sudah diwacanakan KPK lebih dari itu.

Sebab pada kenyataannya, yang juga mengherankan, mereka 'tersangka korupsi saat menjalani pemeriksaan di KPK tetap bisa mendapat fasilitas lebih baik dari maling ayam, masih bisa tersenyum ketika tersemat status tersangka, atau bebas berlibur meski tidak ke luar negeri. Lebih perkasa lagi para koruptor sering kali melambaikan tangan dan tertawa-tawa di hadapan pewarta, seperti tidak melakukan kesalahan.

Namun, berbagai elemen masyarakat akan terus bergerak. Seiring KPK memperbaiki diri, seiring itulah suara masyarakat akan terus lantang sebagai pengawal pemberantasan korupsi. Perlakukan koruptor agar jera dan malu, seperti dilakukan oleh negara lain yang benar-benar memerangi korupsi.